Mengenal Ilmu Hadits
Definisi Musthola'ah Hadits
HADITS ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik
berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.
ATSAR ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.
TAQRIR ialah keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak
mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau
diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan
yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman
dan mati dalam keadaan islam.
TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpaan itu lama
atau sebentar, dan dalam keadaan beriman dan islam, dan mati dalam
keadaan islam.
MATAN ialah lafadz hadits yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau disebut juga isi hadits.
Unsur-Unsur Yang Harus Ada Dalam Menerima Hadits
Rawi, yaitu orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam
suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang
atau gurunya. Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan merawi
atau meriwayatkan hadits dan orangnya disebut perawi hadits.
Sistem Penyusun Hadits Dalam Menyebutkan Nama Rawi
As Sab'ah berarti diriwayatkan oleh tujuh perawi, yaitu :
1. Ahmad
2. Bukhari
3. Turmudzi
4. Nasa'i
5. Muslim
6. Abu Dawud
7. Ibnu Majah
As Sittah berarti diriwayatkan oleh enam perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad
Al Khomsah berarti diriwayatkan oleh lima perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Bukhari dan Muslim
Al Arba'ah berarti diriwayatkan oleh empat perawi yaitu : Semua nama
yang tersebut diatas (As Sab'a) selain Ahmad, Bukhari dan Muslim.
Ats Tsalasah berarti diriwayatkan oleh tiga perawi yaitu : Semua
nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad, Bukhari, Muslim dan
Ibnu Majah.
Asy Syaikhon berarti diriwayatkan oleh dua orang perawi yaitu : Bukhari dan Muslim
Al Jama'ah berarti diriwayatkan oleh para perawi yang banyak sekali jumlahnya (lebih dari tujuh perawi / As Sab'ah).
Matnu'l Hadits adalah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang
berakhir pada sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rosulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, sahabat ataupun tabi'in. Baik isi
pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang
tidak disanggah oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .
Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .
Gambaran Sanad
Untuk memahami pengertian sanad, dapat digambarkan sebagai berikut:
Sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam didengar oleh sahabat
(seorang atau lebih). Sahabat ini (seorang atau lebih) menyampaikan
kepada tabi'in (seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan pula
kepada orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga
dicatat oleh imam-imam ahli hadits seperti Muslim, Bukhari, Abu Dawud,
dll.
Contoh:
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam,
Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata
diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh
C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan
kepada saya oleh Nabi Muhammad.
Awal Sanad dan akhir Sanad
Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permulaannya (awal) dan
ada kesudahannya (akhir). Seperti contoh diatas yang disebut awal sanad
adalah A dan akhir sanad adalah D.
Klasifikasi Hadits
Klasifikasi hadits menurut dapat (diterima) atau ditolaknya hadits sebagai hujjah (dasar hukum) adalah:
Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil,
sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat dan tidak
janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang
samar-samar yang dapat menodai keshohihan suatu hadits.
Hadits Makbul adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang
dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk hadits makbul adalah Hadits
Shohih dan Hadits Hasan.
Hadits Hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil,
tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalan), bersambung sanadnya, dan
tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan
termasuk hadits yang Makbul, biasanya dibuat hujjah buat sesuatu hal
yang tidak terlalu berat atau terlalu penting.
Hadits Dhoif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih
dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits Dhoif banyak
macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain,
disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan
yang tidak dipenuhinya.
Syarat-syarat Hadits Shohih
Suatu hadits dapat dinilai shohih apabila telah memenuhi 5 Syarat :
Rawinya bersifat Adil
Sempurna ingatan
Sanadnya tidak terputus
Hadits itu tidak berillat dan
Hadits itu tidak janggal
Arti Adil dalam periwayatan, seorang rawi harus memenuhi 4 syarat untuk dinilai adil, yaitu :
Selalu memelihara perbuatan taat dan menjahui perbuatan maksiat.
Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
Tidak melakukan perkara-perkara Mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar dan mengakibatkan penyesalan.
Tidak mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar Syara'.
Klasifikasi Hadits Dhoif berdasarkan kecacatan perawinya
Hadits Maudhu': adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta
yang ciptaan itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik
hal itu disengaja maupun tidak.
Hadits Matruk: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan.
Hadits Munkar: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya
atau jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta. Di dalam satu jurusan
jika ada hadits yang diriwayatkan oleh dua hadits lemah yang berlawanan,
misal yang satu lemah sanadnya, sedang yang satunya lagi lebih lemah
sanadnya, maka yang lemah sanadnya dinamakan hadits Ma'ruf dan yang
lebih lemah dinamakan hadits Munkar.
Hadits Mu'allal (Ma'lul, Mu'all): adalah hadits yang tampaknya baik,
namun setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada
cacatnya. Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya dengan
menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini hanya bisa
diketahui oleh orang-orang yang ahli hadits.
Hadits Mudraj (saduran): adalah hadits yang disadur dengan sesuatu
yang bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
Hadits Maqlub: adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits lain), disebabkan mendahului atau mengakhirkan.
Hadits Mudltharrib: adalah hadits yang menyalahi dengan hadits lain
terjadi dengan pergantian pada satu segi yang saling dapat bertahan,
dengan tidak ada yang dapat ditarjihkan (dikumpulkan).
Hadits Muharraf: adalah hadits yang menyalahi hadits lain terjadi
disebabkan karena perubahan Syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk
tulisannya.
Hadits Mushahhaf: adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
Hadits Mubham: adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya
terdapat seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau
perempuan.
Hadits Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang diriwayatkan oleh
seorang yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih,
lantaran mempunyai kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain
sebagainya, dari segi pentarjihan.
Hadits Mukhtalith: adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya,
disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang
kitab-kitabnya.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan gugurnya rawi
Hadits Muallaq: adalah hadits yang gugur (inqitha') rawinya seorang atau lebih dari awal sanad.
Hadits Mursal: adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi'in.
Hadits Mudallas: adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang
diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda. Rawi yang berbuat demikian
disebut Mudallis.
Hadits Munqathi': adalah hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat,
disatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak
berturut-turut.
Hadits Mu'dlal: adalah hadits yang gugur rawi-rawinya, dua orang
atau lebih berturut turut, baik sahabat bersama tabi'in, tabi'in bersama
tabi'it tabi'in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi'in.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan sifat matannya
Hadits Mauquf: adalah hadits yang hanya disandarkan kepada sahabat
saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik
sanadnya bersambung atau terputus.
Hadits Maqthu': adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari
seorang tabi'in serta di mauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung
atau tidak.
Apakah Boleh Berhujjah dengan hadits Dhoif ?
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhoif yang maudhu'
tanpa menyebutkan kemaudhu'annya. Adapun kalau hadits dhoif itu bukan
hadits maudhu' maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya
diriwayatkan untuk berhujjah. Berikut ini pendapat yang ada yaitu:
Pendapat Pertama Melarang secara mutlak meriwayatkan segala macam
hadits dhoif, baik untuk menetapkan hukum, maupun untuk memberi sugesti
amalan utama. Pendapat ini dipertahankan oleh Abu Bakar Ibnul 'Araby.
Pendapat Kedua Membolehkan, kendatipun dengan melepas sanadnya dan
tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk memberi sugesti,
menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul a'mal dan cerita-cerita, bukan
untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, dan bukan
untuk menetapkan aqidah-aqidah).
Para imam seperti Ahmad bin hambal, Abdullah bin al Mubarak berkata:
"Apabila kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum,
kami perkeras sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami
meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan kami
perlunak rawi-rawinya."
Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk ahli hadits yang
membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul amal. Ia
memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif, yaitu:
Hadits dhoif itu tidak keterlaluan. Oleh karena itu, untuk
hadits-hadits dhoif yang disebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta,
dan banyak salah, tidak dapat dibuat hujjah kendatipun untuk fadla'ilul
amal.
Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih dibawah
satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan
hasan)
Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau menekankan bahwa
hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi tujuan
mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka.
Klasifikasi hadits dari segi sedikit atau banyaknya rawi :
[1] Hadits Mutawatir: adalah suatu hadits hasil tanggapan dari panca
indra, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat
kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta.
Syarat syarat hadits mutawatir
Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan
tanggapan panca indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu harus
benar benar hasil pendengaran atau penglihatan mereka sendiri.
Jumlah rawi-rawinya harus mencapai satu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong/dusta.
Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam lapisan pertama
dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Kalau suatu hadits
diriwayatkan oleh 5 sahabat maka harus pula diriwayatkan oleh 5 tabi'in
demikian seterusnya, bila tidak maka tidak bisa dinamakan hadits
mutawatir.
[2] Hadits Ahad: adalah hadits yang tidak memenuhi syarat syarat hadits mutawatir.
Klasifikasi hadits Ahad
Hadits Masyhur: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 orang rawi atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir.
Hadits Aziz: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 2 orang rawi,
walaupun 2 orang rawi tersebut pada satu thabaqah (lapisan) saja,
kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
Hadits Gharib: adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang
yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad
itu terjadi.
Hadits Qudsi atau Hadits Rabbani atau Hadits Ilahi
Adalah sesuatu yang dikabarkan oleh Allah kepada nabiNya dengan
melalui ilham atau impian, yang kemudian nabi menyampaikan makna dari
ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.
Perbedaan Hadits Qudsi dengan hadits Nabawi
Pada hadits qudsi biasanya diberi ciri ciri dengan dibubuhi kalimat-kalimat :
Qala ( yaqalu ) Allahu
Fima yarwihi 'anillahi Tabaraka wa Ta'ala
Lafadz lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut diatas.
Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur'an:
Semua lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah mukjizat dan mutawatir, sedang hadits qudsi tidak demikian.
Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur'an, tidak berlaku pada
hadits qudsi. Seperti larangan menyentuh, membaca pada orang yang
berhadats, dll.
Setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur'an memberikan hak pahala kepada pembacanya.
Meriwayatkan Al-Qur'an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz sinonimnya, sedang hadits qudsi tidak demikian.
Bid'ah
Yang dimaksud dengan bid'ah ialah sesuatu bentuk ibadah yang
dikategorikan dalam menyembah Allah yang Allah sendiri tidak
memerintahkannya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak
menyontohkannya, serta para sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya.
Kewajiban sebagai seorang muslim adalah mengingatkan amar ma'ruf
nahi munkar kepada saudara-saudara seiman yang masih sering mengamalkan
amalan-amalan ataupun cara-cara bid'ah.
Alloh berfirman, dalam QS Al-Maidah ayat 3, "Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu." Jadi tidak
ada satu halpun yang luput dari penyampaian risalah oleh Nabi. Sehingga
jika terdapat hal-hal baru yang berhubungan dengan ibadah, maka itu
adalah bid'ah.
"Kulu bid'ah dholalah..." semua bid'ah adalah sesat (dalam masalah
ibadah). "Wa dholalatin fin Naar..." dan setiap kesesatan itu adanya
dalam neraka.
Beberapa hal seperti speaker, naik pesawat, naik mobil, pakai pasta
gigi, tidak dapat dikategorikan sebagai bid'ah. Semua hal ini tidak
dapat dikategorikan sebagai bentuk ibadah yang menyembah Allah. Ada tata
cara dalam beribadah yang wajib dipenuhi, misalnya dalam hal sembahyang
ada ruku, sujud, pembacaan al-Fatihah, tahiyat, dst. Ini semua adalah
wajib dan siapa pun yang menciptakan cara baru dalam sembahyang, maka
itu adalah bid'ah. Ada tata cara dalam ibadah yang dapat kita ambil
hikmahnya. Seperti pada zaman Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
menggunakan siwak, maka sekarang menggunakan sikat gigi dan pasta gigi,
terkecuali beberapa muslim di Arab, India, dst.
Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan bukanlah bid'ah, bahkan
dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim. Banyak muncul hadits-hadits
yang bermuara (matannya) kepada hal bid'ah. Dan ini sangat sulit sekali
untuk diingatkan kepada para pengamal bid'ah.
Apakah yang menyebabkan timbulnya Hadits-Hadits Palsu?
Didalam Kitab Khulaashah Ilmil Hadits dijelaskan bahwa kabar yang datang pada Hadits ada tiga macam:
Yang wajib dibenarkan (diterima).
Yang wajib ditolak (didustakan, tidak boleh diterima) yaitu Hadits
yang diadakan orang mengatasnamakan Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam.
Yang wajib ditangguhkan (tidak boleh diamalkan) dulu sampai jelas
penelitian tentang kebenarannya, karena ada dua kemungkinan. Boleh jadi
itu adalah ucapan Nabi dan boleh jadi pula itu bukan ucapan Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (dipalsukan atas nama Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam).
Untuk mengetahui apakah Hadits itu palsu atau tidak, ada beberapa cara, diantaranya:
Atas pengakuan orang yang memalsukannya. Misalnya Imam Bukhari
pernah meriwayatkan dalam Kitab Taarikhut Ausath dari 'Umar bin Shub-bin
bin 'Imran At-Tamiimy sesungguhnya dia pernah berkata, artinya: Aku
pernah palsukan khutbah Rosululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
Maisaroh bin Abdir Rabbik Al-Farisy pernah mengakui bahwa dia sendiri
telah memalsukan Hadits hadits yang berhubung-an dengan Fadhilah Qur'an
(Keutamaan Al-Qur'an) lebih dari 70 hadits, yang sekarang banyak
diamalkan oleh ahli-ahli Bid'ah. Menurut pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin
Abi Maryam bahwa dia pernah memalsukan dari Ibnu Abbas beberapa Hadits
yang hubungannya dengan Fadhilah Qur'an satu Surah demi Surah. (Kitab
Al-Baa'itsul Hatsiits).
Dengan memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda/qorinah yang lain
yang dapat menunjukkan bahwa Hadits itu adalah Palsu. Misalnya dengan
melihat dan memperhatikan keadaan dan sifat perawi yang meriwayatkan
Hadits itu.
Terdapat ketidaksesuaian makna dari matan (isi cerita) hadits
tersebut dengan Al-Qur'an. Hadits tidak pernah bertentangan dengan apa
yang ada dalam ayat-ayat Qur'an.
Terdapat kekacauan atau terasa berat didalam susunannya, baik
lafadznya ataupun ditinjau dari susunan bahasa dan Nahwunya
(grammarnya).
Sebab-sebab terjadi atas timbulnya Hadits-hadits Palsu
Adanya kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran Islam.
Misalnya dari kaum Orientalis Barat yang sengaja mempelajari Islam untuk
tujuan menghancurkan Islam (seperti Snouck Hurgronje).
Untuk menguatkan pendirian atau madzhab suatu golongan tertentu.
Umumnya dari golongan Syi'ah, golongan Tareqat, golongan Sufi, para Ahli
Bid'ah, orang-orang Zindiq, orang yang menamakan diri mereka Zuhud,
golongan Karaamiyah, para Ahli Cerita, dan lain-lain. Semua yang
tersebut ini membolehkan untuk meriwayatkan atau mengadakan
Hadits-hadits Palsu yang ada hubungannya dengan semua amalan-amalan yang
mereka kerjakan. Yang disebut 'Targhiib' atau sebagai suatu ancaman
yang yang terkenal dengan nama 'At-Tarhiib'.
Untuk mendekatkan diri kepada Sultan, Raja, Penguasa, Presiden, dan lain-lainnya dengan tujuan mencari kedudukan.
Untuk mencari penghidupan dunia (menjadi mata pencaharian dengan menjual hadits-hadits Palsu).
Untuk menarik perhatian orang sebagaimana yang telah dilakukan oleh
para ahli dongeng dan tukang cerita, juru khutbah, dan lain-lainnya.
Hukum meriwayatkan Hadits-hadits Palsu
Secara Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram
bagi mereka yang sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu.
Bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada
orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah
meriwayatkan atau mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau
mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak
ada dosa atasnya. Akan tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa
riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits
palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan
sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya
tidak boleh (berdosa - dari Kitab Minhatul Mughiits).
(Sumber Rujukan: Kitab Hadits Dhaif dan Maudhlu - Muhammad
Nashruddin Al-Albany; Kitab Hadits Maudhlu - Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah;
Kitab Mengenal Hadits Maudhlu - Muhammad bin Ali Asy-Syaukaaniy; Kitab
Kalimat-kalimat Thoyiib - Ibnu Taimiyah (tahqiq oleh Muhammad Nashruddin
Al-Albany); Kitab Mushtholahul Hadits - A. Hassan).
Semoga Bermanfaat -
http://sahabat-muslim99.blogspot.com
Selasa, 06 Desember 2011
Bahayanya Bicara Agama Tanpa Ilmu.:
Memahami ilmu agama merupakan kewajiban atas setiap muslim dan muslimah. Rasulullah sholallohu ‘alaihi wassallam bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim. [HR. Ibnu Majah no:224, dan lainnya dari Anas bin Malik. Dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani]
Dan agama adalah apa yang telah difirmankan oleh Alloh di dalam kitabNya, Al-Qur’anul Karim, dan disabdakan oleh RosulNya di dalam Sunnahnya. Oleh karena itulah termasuk kesalahan yang sangat berbahaya adalah berbicara masalah agama tanpa ilmu dari Alloh dan RosulNya.
Sebagai nasehat sesama umat Islam, di sini kami sampaikan di antara bahaya berbicara masalah agama tanpa ilmu:
1.Hal itu merupakan perkara tertinggi yang diharamkan oleh Allah.
Alloh Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)” (Al-A’raf:33)
Syeikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz rohimahulloh berkata: “Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Dan berbicara tentang Alloh tanpa ilmu meliputi: berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukumNya, syari’atNya, dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-namaNya dan sifat-sifatNya, yang hal ini lebih besar daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari’atNya, dan agamaNya.” [Catatan kaki kitab At-Tanbihat Al-Lathifah ‘Ala Ma Ihtawat ‘alaihi Al-‘aqidah Al-Wasithiyah, hal: 34, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit:Dar Ibnil Qayyim]
2. Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk dusta atas (nama) Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوا عَلَى اللهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ
Dan janganlah kamu mengatakan terhadapa apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS. An-Nahl (16): 116)
3.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan kesesatan dan menyesatkan orang lain.
Rasulullah sholallohu ‘alaihi wassallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari hamba-hambaNya sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama’. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan seorang ‘alim-pun, orang-orang-pun mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Lalu para pemimpin itu ditanya, kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain. (HSR. Bukhari no:100, Muslim, dan lainnya)
Hadits ini menunjukkan bahwa “Barangsiapa tidak berilmu dan menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan tanpa ilmu, dan mengqias (membandingkan) dengan akalnya, sehingga mengharamkan apa yang Alloh halalkan dengan kebodohan, dan menghalalkan apa yang Allah haramkan dengan tanpa dia ketahui, maka inilah orang yang mengqias dengan akalnya, sehingga dia sesat dan menyesatkan. (Shahih Jami’il Ilmi Wa Fadhlihi, hal: 415, karya Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr, diringkas oleh Syeikh Abul Asybal Az-Zuhairi)
4.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikap mengikuti hawa-nafsu.
Imam Ali bin Abil ‘Izzi Al-Hanafi rohimahulloh berkata: “Barangsiapa berbicara tanpa ilmu, maka sesungguhnya dia hanyalah mengikuti hawa-nafsunya, dan Allah telah berfirman:
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ
Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun (Al-Qashshash:50)” (Kitab Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal: 393)
5.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikap mendahului Allah dan RasulNya.
Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Hujuraat: 1)
Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rohimahulloh berkata: “Ayat ini memuat adab terhadap Alloh dan RosulNya, juga pengagungan, penghormatan, dan pemuliaan kepadanya. Alloh telah memerintahkan kepada para hambaNya yang beriman, dengan konsekwensi keimanan terhadap Alloh dan RosulNya, yaitu: menjalankan perintah-perintah Alloh dan menjauhi larangan-laranganNya. Dan agar mereka selalu berjalan mengikuti perintah Alloh dan Sunnah RosulNya di dalam seluruh perkara mereka. Dan agar mereka tidak mendahului Alloh dan RosulNya, sehingga janganlah mereka berkata, sampai Alloh berkata, dan janganlah mereka memerintah, sampai Alloh memerintah”. (Taisir Karimir Rahman, surat Al-Hujurat:1)
6.Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu menanggung dosa-dosa orang-orang yang dia sesatkan.
Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu adalah orang sesat dan mengajak kepada kesesatan, oleh karena itu dia menanggung dosa-dosa orang-orang yang telah dia sesatkan. Rasulullah sholallohu ‘alaihi wassallam:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HSR. Muslim no:2674, dari Abu Hurairah)
7.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu akan dimintai tanggung-jawab.
Alloh Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. Al-Isra’ : 36)
Setelah menyebutkan pendapat para Salaf tentang ayat ini, imam Ibnu Katsir rohimahulloh berkata: “Kesimpulan penjelasan yang mereka sebutkan adalah: bahwa Alloh Ta’ala melarang berbicara tanpa ilmu, yaitu (berbicara) hanya dengan persangkaan yang merupakan perkiraan dan khayalan.” (Tafsir Al-Qur’anul Azhim, surat Al-Isra’:36)
8.Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan.
Syeikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami t menyatakan: “Fashal: Tentang Haramnya berbicara tentang Allah tanpa ilmu, dan haramnya berfatwa tentang agama Allah dengan apa yang menyelisihi nash-nash”. Kemudian beliau membawakan sejumlah ayat Al-Qur’an, di antaranya adalah firman Allah di bawah ini:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ اللهُ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. 5:44)
9.Berbicara agama tanpa ilmu menyelisihi jalan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rohimahulloh menyatakan di dalam aqidah Thahawiyahnya yang masyhur: “Dan kami berkata: “Wallahu A’lam (Allah Yang Mengetahui)”, terhadap perkara-perkara yang ilmunya samar bagi kami”. [Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal: 393]
10.Berbicara agama tanpa ilmu merupakan perintah syaithan.
Allah berfirman:
إِنَّمَا يَأْمُرُكُم بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَآءِ وَأَن تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan kepada Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS. 2:169)
Keterangan ini kami akhiri dengan nasehat: barangsiapa yang ingin bebicara masalah agama hendaklah dia belajar lebih dahulu. Kemudian hendaklah dia hanya berbicara berdasarkan ilmu. Wallohu a’lam bish showwab. Al-hamdulillah Rabbil ‘alamin.
Semoga Bermanfaat -
http://sahabat-muslim99.blogspot.com
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut ilmu merupakan kewajiban atas setiap muslim. [HR. Ibnu Majah no:224, dan lainnya dari Anas bin Malik. Dishahihkan oleh Syeikh Al-Albani]
Dan agama adalah apa yang telah difirmankan oleh Alloh di dalam kitabNya, Al-Qur’anul Karim, dan disabdakan oleh RosulNya di dalam Sunnahnya. Oleh karena itulah termasuk kesalahan yang sangat berbahaya adalah berbicara masalah agama tanpa ilmu dari Alloh dan RosulNya.
Sebagai nasehat sesama umat Islam, di sini kami sampaikan di antara bahaya berbicara masalah agama tanpa ilmu:
1.Hal itu merupakan perkara tertinggi yang diharamkan oleh Allah.
Alloh Ta’ala berfirman:
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْىَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Katakanlah: “Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui (berbicara tentang Allah tanpa ilmu)” (Al-A’raf:33)
Syeikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baaz rohimahulloh berkata: “Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk perkara terbesar yang diharamkan oleh Allah, bahkan hal itu disebutkan lebih tinggi daripada kedudukan syirik. Karena di dalam ayat tersebut Alloh mengurutkan perkara-perkara yang diharamkan mulai yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
Dan berbicara tentang Alloh tanpa ilmu meliputi: berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukumNya, syari’atNya, dan agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-namaNya dan sifat-sifatNya, yang hal ini lebih besar daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari’atNya, dan agamaNya.” [Catatan kaki kitab At-Tanbihat Al-Lathifah ‘Ala Ma Ihtawat ‘alaihi Al-‘aqidah Al-Wasithiyah, hal: 34, tahqiq Syeikh Ali bin Hasan, penerbit:Dar Ibnil Qayyim]
2. Berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk dusta atas (nama) Allah.
Allah Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِّتَفْتَرُوا عَلَى اللهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ لاَ يُفْلِحُونَ
Dan janganlah kamu mengatakan terhadapa apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS. An-Nahl (16): 116)
3.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan kesesatan dan menyesatkan orang lain.
Rasulullah sholallohu ‘alaihi wassallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu dari hamba-hambaNya sekaligus, tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama’. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan seorang ‘alim-pun, orang-orang-pun mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Lalu para pemimpin itu ditanya, kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka menjadi sesat dan menyesatkan orang lain. (HSR. Bukhari no:100, Muslim, dan lainnya)
Hadits ini menunjukkan bahwa “Barangsiapa tidak berilmu dan menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan tanpa ilmu, dan mengqias (membandingkan) dengan akalnya, sehingga mengharamkan apa yang Alloh halalkan dengan kebodohan, dan menghalalkan apa yang Allah haramkan dengan tanpa dia ketahui, maka inilah orang yang mengqias dengan akalnya, sehingga dia sesat dan menyesatkan. (Shahih Jami’il Ilmi Wa Fadhlihi, hal: 415, karya Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr, diringkas oleh Syeikh Abul Asybal Az-Zuhairi)
4.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikap mengikuti hawa-nafsu.
Imam Ali bin Abil ‘Izzi Al-Hanafi rohimahulloh berkata: “Barangsiapa berbicara tanpa ilmu, maka sesungguhnya dia hanyalah mengikuti hawa-nafsunya, dan Allah telah berfirman:
وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ
Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun (Al-Qashshash:50)” (Kitab Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal: 393)
5.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu merupakan sikap mendahului Allah dan RasulNya.
Allah berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمُُ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Hujuraat: 1)
Syeikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rohimahulloh berkata: “Ayat ini memuat adab terhadap Alloh dan RosulNya, juga pengagungan, penghormatan, dan pemuliaan kepadanya. Alloh telah memerintahkan kepada para hambaNya yang beriman, dengan konsekwensi keimanan terhadap Alloh dan RosulNya, yaitu: menjalankan perintah-perintah Alloh dan menjauhi larangan-laranganNya. Dan agar mereka selalu berjalan mengikuti perintah Alloh dan Sunnah RosulNya di dalam seluruh perkara mereka. Dan agar mereka tidak mendahului Alloh dan RosulNya, sehingga janganlah mereka berkata, sampai Alloh berkata, dan janganlah mereka memerintah, sampai Alloh memerintah”. (Taisir Karimir Rahman, surat Al-Hujurat:1)
6.Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu menanggung dosa-dosa orang-orang yang dia sesatkan.
Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu adalah orang sesat dan mengajak kepada kesesatan, oleh karena itu dia menanggung dosa-dosa orang-orang yang telah dia sesatkan. Rasulullah sholallohu ‘alaihi wassallam:
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka sedikitpun. (HSR. Muslim no:2674, dari Abu Hurairah)
7.Berbicara tentang Allah tanpa ilmu akan dimintai tanggung-jawab.
Alloh Ta’ala berfirman:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. Al-Isra’ : 36)
Setelah menyebutkan pendapat para Salaf tentang ayat ini, imam Ibnu Katsir rohimahulloh berkata: “Kesimpulan penjelasan yang mereka sebutkan adalah: bahwa Alloh Ta’ala melarang berbicara tanpa ilmu, yaitu (berbicara) hanya dengan persangkaan yang merupakan perkiraan dan khayalan.” (Tafsir Al-Qur’anul Azhim, surat Al-Isra’:36)
8.Orang yang berbicara tentang Allah tanpa ilmu termasuk tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan.
Syeikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami t menyatakan: “Fashal: Tentang Haramnya berbicara tentang Allah tanpa ilmu, dan haramnya berfatwa tentang agama Allah dengan apa yang menyelisihi nash-nash”. Kemudian beliau membawakan sejumlah ayat Al-Qur’an, di antaranya adalah firman Allah di bawah ini:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ اللهُ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. 5:44)
9.Berbicara agama tanpa ilmu menyelisihi jalan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rohimahulloh menyatakan di dalam aqidah Thahawiyahnya yang masyhur: “Dan kami berkata: “Wallahu A’lam (Allah Yang Mengetahui)”, terhadap perkara-perkara yang ilmunya samar bagi kami”. [Minhah Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal: 393]
10.Berbicara agama tanpa ilmu merupakan perintah syaithan.
Allah berfirman:
إِنَّمَا يَأْمُرُكُم بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَآءِ وَأَن تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
Sesungguhnya syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan kepada Allah apa yang tidak kamu ketahui. (QS. 2:169)
Keterangan ini kami akhiri dengan nasehat: barangsiapa yang ingin bebicara masalah agama hendaklah dia belajar lebih dahulu. Kemudian hendaklah dia hanya berbicara berdasarkan ilmu. Wallohu a’lam bish showwab. Al-hamdulillah Rabbil ‘alamin.
Semoga Bermanfaat -
http://sahabat-muslim99.blogspot.com
Kitab - Kitab Para Nabi Dalam Pandangan Islam.:
Sebagai pencari ilmu tidaklah lengkap jika tidak memahami kitab kitab
yang diturunkan pada sebagian Nabi Allah , berikut informasi singkat
tentang kitab yang wajib kita imani.
KITAB-KITAB ALLAH SWT (Shuhuf Ibrahim, Shuhuf Musa, Zabur, Taurat, Injil, Al Quran)
Pengertian Kitab-Kitab Allah swt
Al Kutub secara bahasa berarti kitab-kitab Allah. Sedangkan secara istilah adalah kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah swt kepada rasul-rasul-Nya sebagai rahmat dan hidayah bagi seluruh umat manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Kewajiban Manusia Terhadap Kitab-Kitab Allah swt
Beriman bahwa kitab-kitab tersebut benar-benar diturunkan oleh Allah swt.
Beriman kepada kitab-kitab yang sudah kita kenal namanya seperti shuhuf Ibrahim dan Musa, Zabur, Taurat, Injil, dan Al Quran.
Membenarkan seluruh berita-berita yang terdapat di dalam Al Quran, juga berita-berita yang terdapat di dalam kitab-kitab terdahulu yang belum diganti atau diselewengkan.
Mengerjakan seluruh hukum yang terdapat di dalam kitab-kitab tersebut yang belum dinasakh oleh Al Quran serta rela dan tunduk pada hukum tersebut, sebagaimana firman allah swt di dalam Al Quran yang artinya:
“Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqarah : 97)
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,” (QS. Al Maidah : 48)
Dalil-dalil Yang Mewajibkan Iman Kepada Kitab-Kitab Allah swt
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya..” (QS. An Nisaa : 136)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah : 44)
“Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Maidah : 46)
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al Quran) itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (QS. Faathir : 31)
Kitab-Kitab Samawi Yang Disebutkan Di dalam Al Quran
1. Shuhuf Ibrahim
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa” (QS. Al A’la : 14-19)
“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji?” (QS. An Najm : 36-37)
2. Shuhuf Musa
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa” (QS. Al A’la : 14-19)
“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran- lembaran Musa? dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji?” (QS. An Najm : 36-37)
3. Taurat
“Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Al Baqarah : 53)
“Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil,” (QS. Ali Imran : 3)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah : 44)
“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia.” Katakanlah: “Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?” Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya” (QS. Al An’am : 91)
“Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil.” (QS. Ali Imran : 48)
4. Zabur
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. An Nisaa : 163)
“Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan (pula), mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, Zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna” (QS. Al Baqarah : 184)
“Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh.” (QS. Al Anbiyaa : 105)
“Dan Tuhan-mu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. Al Israa’ : 55)
5. Injil
“Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil,” (QS. Ali Imran : 3)
“Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Maidah : 46)
“Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil.” (QS. Ali Imran : 48)
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Fath : 29)
6. Al Quran
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,” (QS. Al Baqarah : 2)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf : 2)
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,” (QS. Al Furqaan : 1)
“Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila.” Dan Al Quran itu tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh umat.” (QS. Al Qalam : 51-52)
“Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang ada mempunyai bukti yang nyata (Al Quran) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum Al Quran itu telah ada Kitab Musa yang menjadi pedoman dan rahmat? Mereka itu beriman kepada Al Quran. Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” (QS. Huud : 17)
“Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.” (QS. Yunus : 37)
“Dan jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: “Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh.” (QS. Fushshilat : 44)
Nama-Nama Lain Al Quran
1. Al Furqon
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,” (QS. Al Furqaan : 1)
2. At Tanzil
“Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril),” (QS. Asy Syu’araa : 192-193)
3. Adz Dzikru
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al Hijr : 9)
4. Al Kitab
“Haa miim. Demi Kitab (Al Quran) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dhukaan : 1-3)
5. Al Quran
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, ” (QS. Al Israa’ : 9)
Sifa-Sifat Al Quran
1. Nuur
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).” (QS. An Nisaa : 174)
2. Mubin
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).” (QS. An Nisaa : 174)
3. Huda
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus : 57)
4. Syiifa
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus : 57)
5. Rahmah
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus : 57)
6. Mau’idzah
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus : 57)
7. Basyir
“Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.” (QS. Al Baqarah : 19)
8. Nazir
“Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.” (QS. Al Baqarah : 19)
9. Mubarok
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran” (QS. Shaad : 38)
Kedudukan Al Quran
Al Quran adalah manhaj tarbiyah islamiyah
Al Quran sebagai kitab syari’ah
Al Quran sebagai petunjuk jalan dalam kehidupan ini
Al Quran sebagai penyeru kepada penghayatan (taddabur) ayat-ayat Allah swt di dalam Al Quran atau alam ini
Al Quran sebagai mashdar ma’rifah (referensi) sejarah yang mulia
Hikmah Beriman Kepada Kitab-Kitab Allah
Mengetahui hikmah Allah swt dalam syara’ atau hukumnya sehingga menetapkan hukum sesuai dengan tabiat dan keadaan setiap umat
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,” (QS. Al Maidah : 48).
Semoga Bermanfaat -
http://sahabat-muslim99.blogspot.com
KITAB-KITAB ALLAH SWT (Shuhuf Ibrahim, Shuhuf Musa, Zabur, Taurat, Injil, Al Quran)
Pengertian Kitab-Kitab Allah swt
Al Kutub secara bahasa berarti kitab-kitab Allah. Sedangkan secara istilah adalah kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah swt kepada rasul-rasul-Nya sebagai rahmat dan hidayah bagi seluruh umat manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Kewajiban Manusia Terhadap Kitab-Kitab Allah swt
Beriman bahwa kitab-kitab tersebut benar-benar diturunkan oleh Allah swt.
Beriman kepada kitab-kitab yang sudah kita kenal namanya seperti shuhuf Ibrahim dan Musa, Zabur, Taurat, Injil, dan Al Quran.
Membenarkan seluruh berita-berita yang terdapat di dalam Al Quran, juga berita-berita yang terdapat di dalam kitab-kitab terdahulu yang belum diganti atau diselewengkan.
Mengerjakan seluruh hukum yang terdapat di dalam kitab-kitab tersebut yang belum dinasakh oleh Al Quran serta rela dan tunduk pada hukum tersebut, sebagaimana firman allah swt di dalam Al Quran yang artinya:
“Katakanlah: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al Quran) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan apa (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqarah : 97)
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,” (QS. Al Maidah : 48)
Dalil-dalil Yang Mewajibkan Iman Kepada Kitab-Kitab Allah swt
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya..” (QS. An Nisaa : 136)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah : 44)
“Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Maidah : 46)
“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al Quran) itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (QS. Faathir : 31)
Kitab-Kitab Samawi Yang Disebutkan Di dalam Al Quran
1. Shuhuf Ibrahim
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa” (QS. Al A’la : 14-19)
“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa? dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji?” (QS. An Najm : 36-37)
2. Shuhuf Musa
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa” (QS. Al A’la : 14-19)
“Ataukah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran- lembaran Musa? dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji?” (QS. An Najm : 36-37)
3. Taurat
“Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Al Baqarah : 53)
“Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil,” (QS. Ali Imran : 3)
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al Maidah : 44)
“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia.” Katakanlah: “Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?” Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya” (QS. Al An’am : 91)
“Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil.” (QS. Ali Imran : 48)
4. Zabur
“Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula) kepada Ibrahim, Isma’il, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. An Nisaa : 163)
“Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan (pula), mereka membawa mukjizat-mukjizat yang nyata, Zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna” (QS. Al Baqarah : 184)
“Dan sungguh telah Kami tulis didalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hambaKu yang saleh.” (QS. Al Anbiyaa : 105)
“Dan Tuhan-mu lebih mengetahui siapa yang (ada) di langit dan di bumi. Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi itu atas sebagian (yang lain), dan Kami berikan Zabur kepada Daud.” (QS. Al Israa’ : 55)
5. Injil
“Dia menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil,” (QS. Ali Imran : 3)
“Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya Kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu Kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al Maidah : 46)
“Dan Allah akan mengajarkan kepadanya Al Kitab, Hikmah, Taurat dan Injil.” (QS. Ali Imran : 48)
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al Fath : 29)
6. Al Quran
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa,” (QS. Al Baqarah : 2)
“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf : 2)
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,” (QS. Al Furqaan : 1)
“Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila.” Dan Al Quran itu tidak lain hanyalah peringatan bagi seluruh umat.” (QS. Al Qalam : 51-52)
“Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang ada mempunyai bukti yang nyata (Al Quran) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum Al Quran itu telah ada Kitab Musa yang menjadi pedoman dan rahmat? Mereka itu beriman kepada Al Quran. Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya, karena itu janganlah kamu ragu-ragu terhadap Al Quran itu. Sesungguhnya (Al Quran) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” (QS. Huud : 17)
“Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.” (QS. Yunus : 37)
“Dan jikalau Kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” Apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: “Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh.” (QS. Fushshilat : 44)
Nama-Nama Lain Al Quran
1. Al Furqon
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam,” (QS. Al Furqaan : 1)
2. At Tanzil
“Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril),” (QS. Asy Syu’araa : 192-193)
3. Adz Dzikru
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al Hijr : 9)
4. Al Kitab
“Haa miim. Demi Kitab (Al Quran) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dhukaan : 1-3)
5. Al Quran
“Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, ” (QS. Al Israa’ : 9)
Sifa-Sifat Al Quran
1. Nuur
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).” (QS. An Nisaa : 174)
2. Mubin
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran).” (QS. An Nisaa : 174)
3. Huda
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus : 57)
4. Syiifa
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus : 57)
5. Rahmah
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus : 57)
6. Mau’idzah
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus : 57)
7. Basyir
“Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.” (QS. Al Baqarah : 19)
8. Nazir
“Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.” (QS. Al Baqarah : 19)
9. Mubarok
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran” (QS. Shaad : 38)
Kedudukan Al Quran
Al Quran adalah manhaj tarbiyah islamiyah
Al Quran sebagai kitab syari’ah
Al Quran sebagai petunjuk jalan dalam kehidupan ini
Al Quran sebagai penyeru kepada penghayatan (taddabur) ayat-ayat Allah swt di dalam Al Quran atau alam ini
Al Quran sebagai mashdar ma’rifah (referensi) sejarah yang mulia
Hikmah Beriman Kepada Kitab-Kitab Allah
Mengetahui hikmah Allah swt dalam syara’ atau hukumnya sehingga menetapkan hukum sesuai dengan tabiat dan keadaan setiap umat
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,” (QS. Al Maidah : 48).
Semoga Bermanfaat -
http://sahabat-muslim99.blogspot.com
Takhnik Bayi Sunnah Rasulullah Sholallohu `Alaihi Wassalam.:
Tahnik artinya mengunyahkan kurma ke mulut bayi yang baru lahir dengan cara mengerakkannya ke kanan dan ke kiri secara lembut. Ini merupakan sunnah sebagaimana tersebut dalam beberapa hadits. Dianjurkan agar yang melakukan tahnik adalah orang yang memiliki keutamaan, dikenal sebagai orang yang baik dan berilmu. Dan hendaklah ia mendo’akan kebaikan (barakah) bagi bayi tersebut.
Dalam Islam, anak tidak hanya dipelihara sejak setelah lahir semata, bahkan bahkan sejak seseorang berfikir akan menikah!!!
Nabi Shalallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda agar kita memilih pasangan atau isteri yang shalihah (baik). Islam telah memberikan perhatian yang besar untuk keselamatan keturunan dan anggota keluarga agar menjadi kuat, tidak hanya secara akhlaq, bahkan dalam hal genetika tubuh dan kejiwaan. Pemeliharaan ini terus berjalan sampai mencapai masa kehamilan dan ketika hendak melahirkan, melahirkan, menyusui, dan tahapan pendidikan, serta perkembangan berikutnya. Diantara bukti perhatian Islam terhadap anak pada masa kelahiran adalah masalah Tahnik.
Sejumlah hadits tentang tahnik
Iman Bukhari dalam Shahih-nya men-takhrij hadits dari Asma’ binti Abi Bakr
Dari Asma binti Abi Bakar Ash-Shiddiq ketika ia sedang mengandung Abdullah bin Az-Zubair di Makkah, ia berkata, “Aku keluar dalam keadaan hamil menuju kota Madinah. Dalam perjalanan aku singggah di Quba dan di sana aku melahirkan. Kemudian aku mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meletakkan anakku di pangkuan beliau. Beliau meminta kurma lalu mengunyahnya dan meludahkannya ke mulut bayi itu, maka yang pertama kali masuk ke kerongkongannya adalah ludah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu beliau mentahniknya dengan kurma dan mendo’akan barakah baginya. Lalu Allah memberikan barakah kepadanya (bayi tersebut).” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5469 Fathul Bari), Muslim (2146, 2148 Nawawi), Ahmad (6247) dan At-Tirmidzi (3826)]
Dalam shahihain -Shahih Bukhari dan Muslim- dari Abu Musa Al-Asy’ariy, “Anakku lahir, lalu aku membawa dan mendatangi Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, lalu beliau Shalallaahu alaihi wasalam memberinya nama Ibrahim dan kemudian men-tahnik-nya dengan kurma.” dalam riwayat Imam Bukhari ada tambahan: “maka beliau Shalallaahu ‘alaihi wasallam mendoakan kebaikan dan memdoakan keberkahan baginya, lalu menyerahkan kembali kepadaku.”
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Burdah dari Abu Musa, dia berkata,
وُلِدَ لِى غُلاَمٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ وَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ
“Pernah dikaruniakan kepadaku seorang anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan sebuah kurma.”[Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5467 Fathul Bari) Muslim (2145 Nawawi), Ahmad (4/399), Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (9/305) dan Asy-Syu’ab karya beliau (8621, 8622)]
Al-Bukhari menambahkan, “Dan beliau mendo’akan keberkahan baginya seraya menyerahkannya kembali kepadaku.” Dan dia adalah anak tertua Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu.
Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu,
dia berkata:
كَانَ ابْنٌ ِلأَبِي طَلْحَةَ يَشْتَكِي، فَخَرَجَ أَبُو طَلْحَةَ فَقُبِضَ الصَّبِيُّ فَلَمَّا رَجَعَ أَبُو طَلْحَةَ قَالَ: مَا فَعَلَ الصَّبِيُّ؟ قَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ: هُوَ أَسْكَنُ مِمَّا كَانَ. فَقَرَّبَتْ إِلَيْهِ الْعَشَاءَ، فَتَعَشَّى ثُمَّ أَصَابَ مِنْهَا، فَلَمَّا فَرَغَ قَالَتْ: وَارِ الصَّبِيَّ. فَلَمَّا أَصْبَحَ أَبُو طَلْحَةَ أَتَى رَسُولَ اللهِ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: أَعْرَسْتُمُ اللَّيْلَةَ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: اَللّهُمَّ بَارِكْ لَهُمَا. فَوَلَدَتْ غُلاَمًا قَالَ لِي أَبُو طَلْحَةَ: اِحْمَلْهُ حَتَّى تَأْتِيَ بِهِ النَّبِيَّ فَقَالَ: أَمَعَهُ شَيْءٌ؟ قَالُوا: نَعَمْ تَمَرَاتٌ. فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ فَمَضَغَهَا ثُمَّ أَخَذَ مِنْ فِيهِ فَجَعَلَهَا فِي الصَّبِيِّ وَحَنَّكَهُ بِهِ وَسَمَّاهُ عَبْدَ اللهِ.
“Seorang anak Abu Thalhah merasa sakit. Lalu Abu Thalhah keluar rumah sehingga anaknya itu pun meninggal dunia. Setelah pulang, Abu Thalhah berkata, ‘Apa yang dilakukan oleh anak itu?’ Ummu Sulaim menjawab, ‘Dia lebih tenang dari sebelumnya.’ Kemudian Ummu Sulaim menghidangkan makan malam kepadanya. Selanjutnya Abu Thalhah mencampurinya. Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata, ‘Tutupilah anak ini.’ Dan pada pagi harinya, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya memberitahu beliau, maka beliau bertanya, “Apakah kalian bercampur tadi malam?’ ‘
Ya,’ jawabnya. Beliau pun bersabda, ‘Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada keduanya.’
Maka Ummu Sulaim pun melahirkan seorang anak laki-laki. Lalu Abu Thalhah berkata kepadaku (Anas bin Malik), ‘Bawalah anak ini sehingga engkau mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apakah bersamanya ada sesuatu (ketika di bawa kesini?’ Mereka menjawab, ‘Ya. Terdapat beberapa buah kurma.’
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil buah kurma itu lantas mengunyahnya, lalu mengambilnya kembali dari mulut beliau dan meletakkannya di mulut anak tersebut kemudian mentahniknya dan memberinya nama ‘Abdullah.”
[HR. Muttafaq ‘alaih]
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Aku pergi membawa Abdullah bin Abi Thalhah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ia baru dilahirkan. Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu sedang mencat seekor untanya dengan ter. Beliau bersabda kepadaku “Adakah kurma bersamamu?”. Aku jawab, “Ya (ada)”. Beliau lalu mengambil bebeberapa kurma dan memasukkannya ke dalam mulut beliau, lalu mengunyahnya sampai lumat. Kemudian beliau mentahniknya, maka bayi itu membuka mulutnya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memasukkan kurma
yang masih tersisa di mulut beliau ke mulut bayi tersebut, maka mulailah bayi itu menggerak-gerakan ujung lidahnya (merasakan kurma tersebut). Melihat hal itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kesukaan orang Anshar adalah kurma”. Lalu beliau menamakannya Abdullah.”
[Dikeluarkan oleh Al-bukhari (5470 Fathul Bari), Muslim (2144 Nawawi), Abu Daud (4951), Ahmad (3/105-106) dan lafadh ini menurut riwayat Ahmad dan diriwayatkan juga oleh Al-baihaqi dalam Asy-Syu’ab (8631)]
Hadits-hadits di atas kiranya cukup untuk menerangkan sunnahnya tahnik ini dan kiranya cukup untuk menghasung kita bersegera melaksanakannya.
Berkata Imam Nawawi dalam Syarhu Muslim (14/372): “Dalam hadits-hadits ini ada faidah, di antaranya: Dianjurkan mentahnik anak yang baru lahir, dan ini merupakan sunnah dengan ijma’. Hendaknya yang mentahnik adalah orang yang shalih dari kalangan laki-laki atau wanita. Tahnik dilakukan dengan kurma dan ini mustahab, namun andai ada yang mentahnik dengan selain kurma maka telah terjadi perbuatan tahnik, akan tetapi tahnik dengan kurma lebih utama. Faidah lain diantaranya menyerahkan pemberian nama untuk anak kepada orang yang shalih,
maka ia memilihkan untuk si anak nama yang ia senangi.” [Dinukil dengan sedikit perubahan]
Akan tetapi tidak ada diriwayatkan dari sunnah kecuali tahnik denan kurma sebagaimana telah lewat penyebutannya tentang tahnik Ibrahim bin Abi Musa, Abdullah bin Az-Zubair dan Abdullah bin Abu Thalhah, maka tidak pantas mengambil yang lain.
Penjelasan Ilmiah
Ulama telah berbicara tantang hikmah yang terkandung dalam tahnik dan ada beberapa pendapat yang mereka sebutkan dan mereka berselisih (berbeda pendapat tentang hikmahnya). Namun tidak ada satu pun dari mereka yang memiliki sandaran dalil syar’i.
Berkata Imam Al-Aini dalam Umdatul Qari: “Bila engkau bertanya apa hikmah tahnik? Aku jawab: Berkata sebagian mereka: Tahnik dilakukan sebagai latihan makan bagi bayi hingga ia kuat. Sungguh aneh ucapan ini dan betapa lemahnya … dimana letaknya waktu makan bagi bayi dibanding waktu tahnik yang dilakukan ketika anak baru dilahirkan, sedangkan secara umum anak baru dapat makan-makanan setelah berusia kurang lebih dua tahun.
Sebenarnya hikmah tahnik adalah untuk pengharapan kebaikan bagi si anak dengan keimanan, karena kurma adalah buah dari pohon yang disamakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan seorang mukmin dan juga karena manisnya.
Lebih-lebih bila yang mentahnik itu seorang yang memiliki keutamaan, ulama dan orang shalih, karena ia memasukkan air ludahnya ke dalam kerongkongan bayi. Tidaklah engkau lihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala mentahnik Abdullah bin Az-Zubair, dengan barakah air ludah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Abdullah telah menghimpun keutamaan dan kesempurnaan yang tidak dapat digambarkan. Dia seorang pembaca Al-Qur’an, orang yang menjaga kemuliaan diri dalam Islam dan terdepan dalam kebaikan.
[Umdatul Qari bi Syarhi Shahih Al-Bukhari (21/84) oleh Al-Aini]
Kami katakan: Ini adalah ludahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adapun selain beliau maka tidak boleh bertabarruk
dengan air ludahnya.
Ilmu kedokteran telah menetapkan faedah yang besar dari tahnik ini, yaitu memindahkan sebagian mikroba dalam usus untuk membantu pencernaan makanan. Namun sama saja, apakah yang disebutkan oleh ilmu kedokteran ini benar atau tidak benar, yang jelas tahnik adalah sunnah mustahab yang pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, inilah pegangan kita bukan yang lainnya dan tidak ada nash yang menerangkan hikmahnya. Maka Allah lah yang lebih tahu hikmahnya.
Sesungguhnya kandungan zat gula “glukosa” dalam darah bayi yang baru lahir adalah sangat kecil, dan jika bayi yang lahir beratnya lebih kecil maka semakinkecil pula kandungan zat gula dalam darahnya.
Oleh karena itu, bayi prematur (lahir sebelum dewasa), beratnya kurang dari 2,5 kg, maka kandungan zat gulanya sangat kecil sekali, dimana pada sebagian kasus malah kurang dari 20 mg/100ml darah. Adapun anak yang lahir dengan berat badan di atas 2,5 kg maka kadar gula dalam darahnya biasanya di atas 30 mg/100 ml.
Kadar semacam ini berarti (20 atau 30 mg/100 ml darah) merupakan keadaan bahaya dalam ukuran kadar gula dalam darah. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya berbagai penyakit:
Bayi menolak untuk menyusui;
Otot-otot melemas;
Berhenti secara terus-menerus aktivitas pernafasan dan kulit bayi menjadi kebiruan;
Kontraksi atau kejang-kejang;
Dan terkadang bisa juga menyebabkan sejumlah penyakit yang berbahaya dan lama, seperti:
-Insomnia;
-Lemah otak;
-Gangguan syaraf;
-Gangguan pendengaran,
penglihatan, atau keduanya;
-Kejang-kejang secara berkepanjangan dan kronis.
Apabila hal-hal di atas tidak segera ditanggulangi atau diobati maka bisa menyebabkan kematian. Padahal obat untuk itu adalah sangat mudah, yaitu memberikan zat gula yang berbentuk glukosa melalui infus, baik lewat mulut, maupun pembuluh darah.
Pembahasan
Sesungguhnya perbuatan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam men-tahnik bayi-bayi yang baru lahir dengan kurma setelah dilumatkan dan kemudian memasukkannya ke mulut bayi, kemudian men-tahnik-nya (mengolehkan lumatan kurma di langit-langit mulut) adalah memiliki hikmah yang agung. Sebab, kurma memiliki kandungan gula “glukosa” dalam jumlah yang banyak, khususnya setelah dilumatkan dimulut sehingga bercampur dengan air liur, diman air liur mengandung sejumlah enzim khusus yangbisa mengubah glukosa menjadi gula asal. Air liur juga bisa melumatkan zat-zat gula. Sehingga bayi yang baru lahir bias mencerna kurma lembut itu dengan baik.
Dan karena mayoritas atau bahkan semua bayi membutuhkan zat gula dalam bentuk “glukosa” seketika setelah lahir, maka memberikan kurma yang sudah dilumat bias menjauhkan sang bayi -dengan izin Allah Subhannahu wa Ta’ala – dari kekurangan kadar gula yang berlipat-lipat.
Sesungguhnya disunnahkannya tahnik kepada bayi adalah obat sekaligus tindakan preventif yang memiliki fungsi penting yang sangat, dan ini adalah mukjizat kenabian Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam secara medis dimana sejarah kemanusiaan tidak pernah mengetahui hal itu sebelumnya, bahkan kini manusia tahu bahayanya kekurangan kadar glukosa dalam darah bayi.
Dan sesungguhnya bayi yang baru
lahir, apalagi jika lahir premature, tanpa diragukan lagi sangat membutuhkan solusi cepat, yaitu memberikan zat gula. Dan rumah sakit-rumah sakit pun kini memberikan kepada bayi dan anak-anak glukosa agar dihisap oleh sang bayi atau anak kecil langsung setelah lahir, kemudian baru setelah itu, mulailah sang ibu menyusuinya.
Sesungguhnya hadits-hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam yang mulia yang berkenaan dengan tahnik menjadi pintu pembuka cakrawala pengetahuan dunia dalam hal menjaga dan merawat anak atau bayi, khususnya bayi lahir premature.
Prematur adalah diantara penyakit yang sangat berbahaya, karena sang bayi memiliki kandungan kadar gula glukosa yang sangat kecil dalam darahnya. Jika diberikan kepadanya zat gula yang siap diserap olehnya, maka itu adalah solusi yang terbaik dan selamat dalam keadaan darurat semacam ini. Tahnik kurma juga sekaligus menjadi mukjizat kenabian Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam secara medis, padahal hal itu tidak pernah diketahui sebelumnya, baik pada zaman beliau hidup ataupun pada zaman-zaman sekarang, kecuali setelah dilakukannya sejumlah penelitian pada abad 20-an ini.
Pelajaran Penting Tentang Tahnik
Pertama: Para ulama sepakat tentang disunnahkannya (dianjurkannya) mentahnik bayi yang baru lahir dengan kurma. Jadi tahnik dilakukan di hari pertama.
Kedua: Jika tidak mendapati kurma untuk mentahnik, maka bisa digantikan dengan yang lainnya yang manis-manis.
Ketiga: Cara mentahnik adalah orang yang mentahnik mengunyah kurma hingga agak cair dan mudah ditelan, lalu ia membuka mulut si bayi, lalu ia menggosokkan kunyahan kurma tadi di langit-langit mulutnya sehingga si bayi akan mencernanya ke dalam kerongkongannya.
Keempat: Hendaknya yang melakukan tahnik adalah orang sholih sehingga bisa diminta do’a keberkahannya, terserah yang mentahnik tersebut laki-laki atau perempuan.
Jika orang sholih tersebut tidak hadir, maka hendaklah bayi tersebut yang didatangkan ke orang sholih tersebut.
Mengenai yang mentahnik boleh seorang wanita sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim bahwa Imam Ahmad bin Hambal ketika lahir salah satu bayinya, beliau menyuruh seorang wanita untuk mentahnik bayinya tersebut
Ada ulama yang memberi penjelasan urutan makanan yang dijadikan bahan untuk mentahnik: tamr (kurma kering); kalau tidak ada, barulah rothb (kurma basah); kalau tidak ada, barulah makanan manis yaitu yang jadi pilihan adalah madu; dan setelah itu adalah makanan yang tidak disentuh api.
Wallahu A'lam — Semoga Bermanfaat.
http://sahabat-muslim99.blogspot.com
Sabtu, 03 Desember 2011
Dua Belas Golongan Yang Di Do`akan Malaikat.:
12 Golongan yg
didoakan Malaikat Bismillahi Rahmanirahiim 1. Orang yg tidur dalam keadaan
bersuci. "Barangsiapa yg tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan
bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa
'Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci".
(HR I...mam Ibnu
Hibban dari Abdullah bin Umar) 2. Orang yg sedang duduk menunggu waktu shalat.
"Tidaklah salah seorang diantara kalian yg duduk menunggu shalat, selama
ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya 'Ya
Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia' (HR Imam Muslim dari Abu Hurairah,
Shahih Muslim 469) 3. Orang-orang yg berada di shaf barisan depan di dalam
shalat berjamaah. "Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat
kepada (orang - orang) yg berada pada shaf - shaf terdepan" (Imam Abu
Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra' bin 'Azib) 4. Orang-orang yg menyambung
shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada
orang-orang yg menyambung shaf-shaf" (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah,
Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah) 5. Para malaikat
mengucapkan 'aamin' ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah. "Jika
seorang Imam membaca 'ghairil maghdhuubi 'alaihim waladh dhaalinn', maka
ucapkanlah oleh kalian 'aamiin', karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan
dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yg masa lalu" (HR
Imam Bukhari dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari 782) 6. Orang yg duduk di tempat
shalatnya setelah melakukan shalat. "Para malaikat akan selalu bershalawat
( berdoa ) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat
shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para
malaikat) berkata, 'Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia'" (HR Imam Ahmad
dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106) 7. Orang-orang yg melakukan shalat
shubuh dan 'ashar secara berjama'ah. "Para malaikat berkumpul pada saat
shalat shubuh lalu para malaikat ( yg menyertai hamba) pada malam hari (yg
sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada
siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat
'ashar dan malaikat yg ditugaskan pada siang hari (hingga shalat 'ashar) naik
(ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal,
lalu Allah bertanya kepada mereka, 'Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?',
mereka menjawab, 'Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami
tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah
mereka pada hari kiamat'" (HR Imam Ahmad dari Abu Hurairah, Al Musnad no.
9140) 8. Orang yg mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
"Doa seorang muslim untuk saudaranya yg dilakukan tanpa sepengetahuan
orang yg didoakannya adalah doa yg akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang
malaikat yg menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya
dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata 'aamiin dan engkaupun
mendapatkan apa yg ia dapatkan' (HR Imam Muslim dari Ummud Darda', Shahih
Muslim 2733) 9. Orang-orang yg berinfak. "Tidak satu hari pun dimana pagi
harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah
satu diantara keduanya berkata, 'Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yg
berinfak'. Dan lainnya berkata, 'Ya Allah, hancurkanlah harta orang yg
pelit'" (HR Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abu Hurairah, Shahih Bukhari
1442 dan Shahih Muslim 1010) 10. Orang yg sedang makan sahur.
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa ) kepada
orang-orang yg sedang makan sahur" Insya Allah termasuk disaat sahur untuk
puasa"sunnah" (HR Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, dari
Abdullah bin Umar) 11. Orang yg sedang menjenguk orang sakit. "Tidaklah
seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat
untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore
dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh" (HR Imam Ahmad dari 'Ali bin
Abi Thalib, Al Musnad 754) 12. Seseorang yg sedang mengajarkan kebaikan kepada
orang lain. "Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan
keutamaanku atas seorang yg paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya
penghuni langit dan bumi, bahkan semut yg di dalam lubangnya dan bahkan ikan,
semuanya bershalawat kepada orang yg mengajarkan kebaikan kepada orang
lain" (HR Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily).
Semoga bermanfaat.
Jumat, 02 Desember 2011
Delapan Perhiasan makhluk.:
Ada 8 perkara yang merupakan perhiasan bagi 8 perkara yg lain :
1.
Memelihara diri dr meminta-minta merupakan perhiasan dr kefakiran.
2. Bersyukur kpd Allah merupakan perhiasan bagi nikmat yg telah diberikanNya.
2. Bersyukur kpd Allah merupakan perhiasan bagi nikmat yg telah diberikanNya.
3. Sabar adalah
perhiasan bagi musibah.
4. Tawadhu' adalah perhiasan bagi (kemuliaan) nasab.
5.
Santun adalah perhiasan bagi ilmu.
6. Rendah hati adalah perhiasan bagi seorang
pelajar (murid).
7. Tidak menyebut pemberian merupakan perhiasan bagi kebaikan.
8. Khusyu' adalah perhiasan bagi shalat.
(Abu Bakar As shiddiq)
Ancaman Wanita Yang Membuka Auratnya.:
ANCAMAN
WANITA YANG MEMBUKA AURAT
Rasulullah SAW bersabda, “Ada dua golongan dari
penduduk neraka yg belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk
seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian
tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yg miring.
Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya,
walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian.” (HR. Muslim no. 2128).
http://sahabat-muslim99.blogspot.com
http://sahabat-muslim99.blogspot.com
Penyakit Hati.:
PENYAKIT HATI DENDAM DAN DENGKI
Para pengunjung blog Sahabat Muslim yang di rahmati Allah Ta`Ala, Insya Allah, kita akan membahas tentang penyakit hati ”dendam & dengki” terinspirasi dari bbm nya Ust. Jefri Al Buchori (uje). Dendam dan dengki adalah penyakit hati yg akan menggerogoti amal kita & hanya orang2 bodohlah yg mau memelihara dendam & dengki dalam hati mereka. Berikut saya kutip bbmnya :
Wahai diri_ku..
Rosul_mu pernah berkata ;
"Bahwasanya dendam dan dengki itu bisa menghanguskan amal ibadahmu"
Berarti sayang sekali rukukmu, sujudmu, dzikirmu, sedekahmu dan semua ibadah2 mu yg selama ini engkau lakukan jika dibarengi dg dendam dan dengki yg sengaja engkau pelihara selama ini..
Masih lebih baik jika engkau memelihara binatang buas daripada memelihara dendam dan dengki dlm dirimu..
Wahai diri_ku..
Hanya sebentar saja dirimu tinggal di dunia ini..
Dunia hanyalah sebuah alam pelintasan ruh saja..
Sungguh takkan ada ketentraman dlm pedihnya sakarotul maut bagi dirimu yg masih menyimpan dendam dan dengki..
"Tdk akan ada masa depan bagi para pendengki dan pendendam"
Ampuni hamba Yaa Robb dari ketidak mampuan mendidik diri..
Sahabat2ku, dendam dan dengki, adalah penyakit hati yang harus kita waspadai dan harus kita hilangkan dari hati kita, karena selain hal tersebut merusak amal, sesungguhnya orang yang mempunyai dendam dan dengki dalam hatinya, adalah orang yang sangat menderita dan menanggung beban berat yang harus dipikulnya, yaitu rasa dendam dan dengkinya itu.
Seandainya kita tdk mau memaafkan orang lain & menghapuskan rasa marah, dendam & benci kita pada orang yg pernah menyakiti kita, maka perasaan negatif itu menjadi beban berat bagi kita, karena sangat melelahkan memendam rasa sakit hati, kecewa, jengkel, marah & dendam kepada orang yang menyakiti hati kita. Terkadang kita tidak tahu apakah orang yang menyakiti hati kita itu sadar ataukah tidak, mungkin orang itu tidak merasa menyakiti hati kita (tidak sengaja menyakiti), maka hidupnya tenang-tenang saja.
Sedangkan kita yang menaruh dendam dan sakit hati, justru menyiksa diri sendiri. Kalau perasaan-perasaan negatif seperti ini kita pelihara, maka akan menjadi beban yang memberatkan hidup kita. Karena kita menjadi tidak tenang, tersiksa dengan rasa marah dan benci dan perasaan seperti ini akan menggerogoti tubuh dan menimbulkan berbagai macam penyakit-penyakit fisik ringan sampai berat, seperti sakit perut, sakit kepala, darah tinggi, insomnia, bahkan mag dan jantung. Mengapa kita harus menyiksa diri dengan memendam kemarahan dan kebencian? Mengapa kita tidak coba memaafkan dan menghapus kebencian dihati kita
Dendam dalam bahasa Arab di sebut hiqid, ialah mengandung permusuhan didalam batin dan menanti-nanti waktu yang terbaik untuk melepaskan dendamnya, menunggu kesempatan yang tepat untuk membalas sakit hati dengan mencelakakan orang yang di dendami. Berbahagialah bagi orang yang berlapang dada, berjiwa besar dan pemaaf. Tidak ada sesuatu yang menyenangkan dan menenangkan hati kita, kecuali hidup dengan hati yang bersih dan jiwa yang sehat, bebas dari rasa kebingungan dan bebas dari rasa dendam, dengki yang akan menggerogoti hati kita. Seseorang yang hatinya bersih dan jiwanya sehat, ialah mereka yang apabila melihat sesuatu nikmat yang diperoleh orang lain, ia merasa senang dan merasakan karunia itu ada pula pada dirinya.
Dengki merupakan salah satu penyakit hati yang mesti dihindari. Dengki merujuk kepada kebencian dan kemarahan yang timbul akibat perasaan cemburu atau iri hati yang amat sangat. Ia amat dekat (berhubungan) dengan unsur jahat, tidak berkenan, benci dan perasaan dendam yang terpendam. Ada juga yang mendefinisikan dengki sebagai suatu perbuatan atau tindakan hati yang tidak senang melihat kesenangan (nikmat) orang lain serta berharap agar kesenangan (nikmat) orang lain akan hilang atau lenyap atau berpindah kepadanya.
Orang yang dengki perilakunya sering tidak terkendali. cenderung terjebak dalam tindakan merusak nama baik, mendiskreditkan, dan menghinakan orang yang didengkinya. Dengan cara itu ia membayangkan akan merusak citra, kredibilitas, dan daya tarik orang yang didengkinya. Dan bisa mengangkat citra, nama baik dan kredibilitas pihaknya. Namun kehendak Allah tidaklah demikian . Rasulullah saw bersabda: Dari Jabir dan Abu Ayyub Al-Anshari, mereka mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, “tidak ada seorang pun yang menghinakan seorang muslim di satu tempat yang padanya ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan menghinakan orang (yang menghina) itu di tempat yang ia inginkan pertolongan-nya. Dan tidak seorang pun yang membela seorang muslim di tempat yang padanya ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan membela orang (yang membela) itu di tempat yang ia menginginkan pembelaan-Nya.” (HR. Ahmad, Abu Dawuddan Ath-Thabrani)
Rasulullah saw bersabda, “janganlah kalian saling mendengki, saling menfitnah (untuk suatu persaingan yang tidak sehat), saling membenci, saling memusuhi dan jangan pula saling menelikung transaksi orang lain. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara. Seorang muslim adalah saudara muslimnya yang lain, ia tidak menzaliminya, tidak mempermalukannya, tidak mendustakannya dan tidak pula melecehkannya. Takwa tempatnya adalah di sini, seraya Nabi saw menunjuk ke dadanya tiga kali. Telah pantas seseorang disebut melakukan kejahatan, karena ia melecehkan saudara muslimnya. Setiap muslim atas sesama muslim yang lain adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatannya. (HR. Muslim dari Abu Hurairah ra)
Rasulullah saw. Bersabda: “Hindarilah dengki karena dengki itu memakan (menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu bakar” (HR. Abu Dawud)
Allah SWT berfirman: “Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai sebuah dari kejahatan makhluk Nya,” kemudian Dia berfirman, “Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki”. (QS. AI Falaq (113): 1, 2 dan 5).
BERIKUT CARA MENGHINDARKAN DIRI DARI DENGKI :
Berusaha membuang sifat dengki tersebut dengan cara ridha terhadap takdir dan ketentuan serta mencintai kebaikan dan kelebihan yang dimiliki orang lain sebagaimana kita mencintai dirin sendiri, sebagaimana sabda Nabi saw “Tidak beriman salah seorang dari kalian sehingga ia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri”(HR.Al-Bukhari)
1. Memohon perlindungan kepada Allah dari sifat dengki dan iri hati, serta banyak berzikir kepada Allah
2. Duduk diam sejenak, mata tertutup. Selamilah rasa dengki yang timbul dalam diri kita. Telusuri sampai ke akar-akarnya. Apa yang membuat timbulnya dengki? Keberhasilan orang itukah? Kepemilikan diakah? Kesejahteraan diakah? Jika kita melakukan penyelaman/pemikiran dengan penuh kesadaran, kita akan meyadari bahwa sesungguhnya, semua itu adalah karunia Allah untuknya. Kita harus menyadari bahwa Allah berhak memberi kemulian, kekayan, keberhasilan, ketenaran dll, kepada siapa saja yang dikehenakiNya dan itu adalah hak Allah SWT sepernuhnya. Hingga kita bisa menyadari bahwa sesungguhnya orang yang kita dengki itu, memang berhak atas semua itu, karena itu karunia Allah untuknya. Allah SWT berfirman: ”Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali ’Imran [3] :26)
3. Jangan pernah membanding-bandingkan kepandaian atau kelebihan yang kita miliki dengan orang lain dan jangan pernah mencari-cari kekurangan orang lain
4. Agar kita terhindar dari penyakit hati iri hati dan dengki sebaiknya selalu bersikap rendah hati, tidak merasa lebih dari orang lain. Orang yang rendah hati kalaupun misalnya ia tahu bahwa ia memiliki banyak kelebihan dibanding orang lain ia tidak akan merasa bangga apalagi membanggakan kelebihannya. Setiap kelebihan yang dimilikinya akan dinikmatinya dengan penuh rasa syukur dan terima kasih kepada Allah Yang Maha Pencipta yang telah memberikan kelebihan dan keberuntungan tersebut terhadap dirinya. Begitu pula dengan kekurangan yang ada pada diri, sebaiknya diterima dengan ikhlas, sehingga kekurangan yang ada pada diri, tidak mengakibatkan rendah diri dan menjadi iri hati serta dengkidi saat melihat orang lain memiliki kelebihan yang tidak dimilikinya. Percayalah bahwa dibalik kekurangan pada seseorang pastilah ada pula kelebihan yang dimilikinya
5. Sadarilah, dengki itu sangat melelahkan, orang yang membiarkan dirinya dikuasai oleh iri hati dan dengki akan menanggung beban berat yang tidak seharusnya. Karena setiap kali ia melihat orang yang didengkinya dengan semua kesuksesannya, hati dan persaannya menderita dan hatinya semakin penuh dengan dengki, marah, benci, curiga, kesal, kecewa, resah, dan perasaan-perasaan negatif lainnya. Sungguh sangat tidak enak menjalani kehidupan seperti itu.
Apabila kita ada menjumpai orang yang mendengki pada kita, maka sikapilah hal tsb dengan baik dan bijak, KARENA RASA IRI, DENGKI SESEORANG KEPADA KITA SEBETULNYA ADALAH BENTUK DARI PENGAKUAN AKAN DIRI DAN EKSISTENSI KITA, hanya bentuknya lain. Hadapi dengan sabar dan doakan, bila bisa, dekati dan rangkul dia menjadi teman kita, bila memungkinkan atau bisa dilakukan, beri pemahaman agama (dengan cara yang baik, secara tidak langsung, tentang bahaya dengki). Jangan balas kedengkiannya dengan kedengkian juga, karena itu membuat kita tidak ada bedanya dengan dia, tapi balaslah kedengkiannya dengan doa dan kebaikan.
ADAPUN CARA MENGATASI DENDAM adalah dengan memaafkan secara tulus. Pemahaman kita tentang memaafkan berbeda-beda, ada dari kita yang memaafkan seseorang tapi perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan marah dalam hatinya dan perlu waktu lama baginya untuk bisa kembali menjalin hubungan baik dengan orang yang telah menyakitinya.
Tapi ada juga yang bisa memaafkan dengan tulus. Mereka yang memaafkan dengan tulus inilah, hamba Allah yang sungguh-sungguh beriman dengan sebenar-benarnya, dan mengikuti perintah Allah untuk memaafkan. Ketika memaafkan, mereka tidak memikirkan besar atau kecilnya kesalahan, mereka juga tidak mengingat-ingat lagi perbuatan orang yang telah menyakitinya. Mereka menyadari bahwa seseorang dapat saja sangat menyakiti mereka dengan atau tanpa sengaja.
Orang yang bisa memaafkan dengan tulus ini tahu, bahwa segala sesuatu terjadi menurut kehendak Allah dan berjalan sesuai takdir-Nya, karena itulah mereka berserah diri kepada Allah, menyerahkan semua permasalahan kepada Allah. Hingga mereka tidak pernah terbelenggu dan tersiksa oleh amarah, sakit hati, dan semua itu akan membuatnya jadi memaafkan kesalahan orang lain, dan mereka lakukan itu, semata-mata karena Allah. Mereka memaafkan karena Allah.
Sahabat2ku, ingatlah hidup didunia ini hanya sementara, karena itu sangat merugi bila kita mengisi hidup kita ini hanya dengan suatu penyakit hati yang hanya akan menghancurkan semua amal kita. Jadilah orang yang pemaaf, karena sangat banyak keutamaannya jika kita menjadi orang yang pemaaf.
Suatu ketika seorang pria bertanya kepada Rasulullah saw tentang akhlak yang baik, maka Rasulullah saw membacakan firman Allah, “Jadilah engkau pemaaf dan perintahkan orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS al-A’raaf [7] : 199). Kemudian beliau bersabda lagi, “Itu berarti engkau harus menjalin hubungan dengan orang yang memusuhimu, memberi kepada orang yang kikir kepadamu dan memaafkan orang yang menganiayamu.” (Hr. Ibnu Abud-Dunya)
Allah SWT berfirman "..... dan orang-orang yang menahan amarahnya dan MEMAAFKAN (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan" (QS Ali 'Imran [3] ; 134).
" .....DAN HENDAKLAH MEREKA MEMA'AFKAN DAN BERLAPANG DADA. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang " (QS. An Nuur [24] ; 22)
Allah tidak menambahkan pada orang yang memaafkan, melainkan kemuliaannya." (HR. Muslim). Dalam hadist lain disebutkan: " Ada tiga hal yang apabila dilakukan akan dilindungi Allah dalam pemeliharaan-Nya dan ditaburi rahmat-Nya serta dimasukkan-Nya kedalam surga-Nya yaitu : apabila diberi ia berterima kasih, apabila berkuasa ia suka memaafkan, dan apabila marah ia menahan diri (tak jadi marah) ." (HR. Hakim dan ibnu hibban)
Setelah semua uraian diatas, mari kita tanyakan dengan jujur pada diri kita, apakah kita termasuk orang yang pemaaf dan tidak pendendam? Apakah kita termasuk orang yang dengki dengan keberhasilan orang lain? Hanya kita sendiri yang bisa menjawabnya dengan jujur dan lakukanlah perbaikan, bila ternyata kita temukan bahwa diri kita masih ada penyakit hati dendam dan dengki.
Semoga bermanfaat.
http://sahabat-muslim99.blogspot.com
Agar terkena penyakit `Ain dan sihir.:
MENCEGAHAN
AGAR TIDAK TERKENA PENGARUH 'AIN DAN SIHIR :
1.
Penguatan jiwa dg tauhid.
2.
Berbaik sangka dan bertawakkal kpd Allah.
3.
Menjauhi orang yg dikenal memiliki 'ain (pandangan mata jahat) dan sihir.
4.
Berzikir kpd Allah dan tabrik (mengucapkan barakallah kpd org yg dicurigai
memiliki 'ain.
5.
Memakan 7 biji kurma 'ajwah dari Madinah.
6. Memohon perlindungan Allah dr gangguan jin, sihir, 'ain.
6. Memohon perlindungan Allah dr gangguan jin, sihir, 'ain.
TANDA-TANDA
terkena 'AIN atau yang lainnya. Jika seseorang sehat dari penyakit jasmani,
maka gejalanya secara umum :
1.
Pusing yg berpindah-pindah.
2.
Wajah pucat.
3.
Banyak keluar keringat dan sering kencing.
4.
Tidak nafsu makan.
5.
Kesemutan, kepanasan atau kedinginan pada bagian tubuh.
6.
Detak jantung tdk teratur.
7.
Rasa sakit yg selalu berpindah-pindah pada bawah punggung dan bahu.
8.
Merasa sedih dan tertekan.
9.
Susah tidur di malam hari.
10.
Emosi yg berlebihan, Rasa takut (paranoid) dan marah yg tdk wajar.
11.
Sering bersendawa dan menarik nafas panjang (dada sesak).
12.
Sering menyendiri, tdk bersemangat, malas, banyak tidur, dan masalah-masalah
kesehatan lain yg sebabnya bukan karena bukan faktor medis.
Pengobatan
'AIN, jika diketahui bahwa penyakit itudisebabkan 'ain maka dg izin Allah
pengobatannya dg salah satu cara berikut :
1.
Jika pelaku 'ain diketahui, anda meminta dia mandi atau wudhu', kemudian
mengambilbekas air yg digunakan, selanjutnya gunakan air tsb unt mandi.
2.
Jika pelakunya tdk diketahui, maka penyembuhannya dengan RUQYAH, DOA dan HIJAMAH
(Bekam).
AIN
adalah penyakit dari jin, terjadi karena izin Allah pd org yg terkena 'ain,
sebabnya krn memuji dan mengagumi pelaku 'ain ketika saat para setan hadir
ketika itu, tanpa adanya tameng/penangkis (zikir,sholat dll) disebut dg 'AIN
karena 'ain (mata) adalah alat untuk mensifati, bukan karena mata yg membuat
bahaya, hal ini didasarkan pada dalil bahwa orang buta dapat menyebabkan ain
pada orang lain.
Pertama : Sihir yang berarti suatu tipuan dan ilusi yang tidak mempunyai hakikat sama sekali, seperti apa yang dilakukan para pesulap yang mengecoh pandangan dari apa yang sedang dilakukannya karena kecekatan tangan. Allah berfirman : “ Musa menjawab, ‘lemparkanlah (lebih dahulu)’ maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyihir (menyulap) mata orang dan menjadikan orang banyak itu ketakutan”. (QS. Al ‘Araf : 116).
Kedua : Sihir yang berlangsung dengan meminta bantuan setan dengan cara melakukan pendektan kepada mereka. Allah berfirman : “hanya setan-setan itu sajalah yang kafir (mengerjakan sihir). Mengerjakan sihir kepada manusia..”(QS. Al Baqarah : 102).
Ketiga : Sihir gendam, yaitu orang yang mengklaim punya kekuatan yang mampu merubah bentuk dan tabiat sesuatu, seperti merubah manusia menjadi keledai, kodokdll. Padahal sebenarnya tidak ada hakikatnya bagi orang-orang yang meneliti.
PEMBAGIAN
SIHIR MENURUT AR RAHIB :
Menurut Ar Rahib sihir itu dipergunakan untuk beberapa
pengertian, yang antara lain :
Pertama : Sihir yang berarti suatu tipuan dan ilusi yang tidak mempunyai hakikat sama sekali, seperti apa yang dilakukan para pesulap yang mengecoh pandangan dari apa yang sedang dilakukannya karena kecekatan tangan. Allah berfirman : “ Musa menjawab, ‘lemparkanlah (lebih dahulu)’ maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyihir (menyulap) mata orang dan menjadikan orang banyak itu ketakutan”. (QS. Al ‘Araf : 116).
Kedua : Sihir yang berlangsung dengan meminta bantuan setan dengan cara melakukan pendektan kepada mereka. Allah berfirman : “hanya setan-setan itu sajalah yang kafir (mengerjakan sihir). Mengerjakan sihir kepada manusia..”(QS. Al Baqarah : 102).
Ketiga : Sihir gendam, yaitu orang yang mengklaim punya kekuatan yang mampu merubah bentuk dan tabiat sesuatu, seperti merubah manusia menjadi keledai, kodokdll. Padahal sebenarnya tidak ada hakikatnya bagi orang-orang yang meneliti.
`Ain secara bahasa artinya mata, banyak penyakit atau
musibah, kecelakaan atau kematian disebabkan oleh ''ain'' ini. dalam hadits
Rasul bersabda : Kebanyakan org yg meninggal dr umatku setelah qadha' Allah dan
qadar-Nya adalah disebabkan oleh ain. Jadi ain itu adalah : Pandangan mata
karena dengki atau bahkan ta'jub lalu setan menungganginya sehingga terjadi
hal-hal yg tidak diinginkan. wallahu 'alam.
Langganan:
Postingan (Atom)