Bahwasanya di antara kebiasaan cucu rasululluh, Hasan bin Ali bin Abi
Thalib di Madinah adalah membuka lebar pintu rumahnya layaknya dapur
umum. Seperti dapur umum, pagi, siang, malam rumah itu menghidangkan
makanan untuk semua orang yang berdatangan.
Di zaman itu di Madinah
belum ada tempat penginapan atau hotel. Tiap hari, Hasan menyembelih
onta kecil untuk dihidangkan ke para peziarah Madinah atau orang-orang
miskin pada umumnya.
Suatu hari, ada orang Arab Badui (dusun) yang
datang dan makan di rumahnya. Sehabis makan, ia tidak langsung pulang,
melainkan duduk dan membungkus beberapa makanan ke dalam tas.
Melihat keanehan itu, Hasan datang menyapa.
“Kenapa kau mesti membungkusnya? Lebih baik kau datang makan tiap pagi,
siang dan malam di sini. Biar makananmu lebih segar,” kata Hasan.
“Oh, ini bukan untukku pribadi. Tapi untuk orang tua yang ku temui di
pinggir kota tadi. Orang tua itu duduk di pinggir kebun kurma dengan
wajah lusuh dan sedang memakan roti keras. Dia hanya membahasahi roti
itu dengan sedikit air bergaram dan memakannya. Aku membungkus makanan
ini akan kuhidangkan untuknya, biar dia senang.,” jawab orang Badui tsb.
Mendengar jawaban itu, Hasan sang cucu rasul kemudian menangis
tersedu-sedu. Badui itu heran dan bertanya, “Kenapa Anda menangis?
Bukankah tak ada yang salah jika aku kasihan dengan lelaki miskin yang
di pinggiran kota itu?”
Dijawab oleh Hasan, sembari tersedu,
“Ketahuilah, saudaraku. Lelaki miskin dan lusuh yang kau jumpai itu,
yang makan roti keras dengan sedikit air bergaram itu, dia adalah
ayahku: Ali bin Abi Thalib. Kerja kerasnya di ladang kurma itulah yang
membuat aku bisa menjamu semua orang setiap hari hadir di rumah ini.
Subhanallah...
Semoga kita termasuk umat yang dirindukan Rasulullah SAW yang selalu
tetap istiqamah mengikuti dan mengamalkan Sunnah - Sunnah Beliau.
Aamiin.