Mengenal Ilmu Hadits
Definisi Musthola'ah Hadits
HADITS ialah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik
berupa perkataan, perbuatan, pernyataan, taqrir, dan sebagainya.
ATSAR ialah sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW.
TAQRIR ialah keadaan Nabi Muhammad SAW yang mendiamkan, tidak
mengadakan sanggahan atau menyetujui apa yang telah dilakukan atau
diperkatakan oleh para sahabat di hadapan beliau.
SAHABAT ialah orang yang bertemu Rosulullah SAW dengan pertemuan
yang wajar sewaktu beliau masih hidup, dalam keadaan islam lagi beriman
dan mati dalam keadaan islam.
TABI'IN ialah orang yang menjumpai sahabat, baik perjumpaan itu lama
atau sebentar, dan dalam keadaan beriman dan islam, dan mati dalam
keadaan islam.
MATAN ialah lafadz hadits yang diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW, atau disebut juga isi hadits.
Unsur-Unsur Yang Harus Ada Dalam Menerima Hadits
Rawi, yaitu orang yang menyampaikan atau menuliskan hadits dalam
suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang
atau gurunya. Perbuatannya menyampaikan hadits tersebut dinamakan merawi
atau meriwayatkan hadits dan orangnya disebut perawi hadits.
Sistem Penyusun Hadits Dalam Menyebutkan Nama Rawi
As Sab'ah berarti diriwayatkan oleh tujuh perawi, yaitu :
1. Ahmad
2. Bukhari
3. Turmudzi
4. Nasa'i
5. Muslim
6. Abu Dawud
7. Ibnu Majah
As Sittah berarti diriwayatkan oleh enam perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad
Al Khomsah berarti diriwayatkan oleh lima perawi yaitu : Semua nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Bukhari dan Muslim
Al Arba'ah berarti diriwayatkan oleh empat perawi yaitu : Semua nama
yang tersebut diatas (As Sab'a) selain Ahmad, Bukhari dan Muslim.
Ats Tsalasah berarti diriwayatkan oleh tiga perawi yaitu : Semua
nama yang tersebut diatas (As Sab'ah) selain Ahmad, Bukhari, Muslim dan
Ibnu Majah.
Asy Syaikhon berarti diriwayatkan oleh dua orang perawi yaitu : Bukhari dan Muslim
Al Jama'ah berarti diriwayatkan oleh para perawi yang banyak sekali jumlahnya (lebih dari tujuh perawi / As Sab'ah).
Matnu'l Hadits adalah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang
berakhir pada sanad yang terakhir. Baik pembicaraan itu sabda Rosulullah
Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, sahabat ataupun tabi'in. Baik isi
pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi, maupun perbuatan sahabat yang
tidak disanggah oleh Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .
Sanad atau Thariq adalah jalan yang dapat menghubungkan matnu'l hadits kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam .
Gambaran Sanad
Untuk memahami pengertian sanad, dapat digambarkan sebagai berikut:
Sabda Rosulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam didengar oleh sahabat
(seorang atau lebih). Sahabat ini (seorang atau lebih) menyampaikan
kepada tabi'in (seorang atau lebih), kemudian tabi'in menyampaikan pula
kepada orang-orang dibawah generasi mereka. Demikian seterusnya hingga
dicatat oleh imam-imam ahli hadits seperti Muslim, Bukhari, Abu Dawud,
dll.
Contoh:
Waktu meriwayatkan hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam,
Bukhari berkata hadits ini diucapkan kepada saya oleh A, dan A berkata
diucapkan kepada saya oleh B, dan B berkata diucapkan kepada saya oleh
C, dan C berkata diucapkan kepada saya oleh D, dan D berkata diucapkan
kepada saya oleh Nabi Muhammad.
Awal Sanad dan akhir Sanad
Menurut istilah ahli hadits, sanad itu ada permulaannya (awal) dan
ada kesudahannya (akhir). Seperti contoh diatas yang disebut awal sanad
adalah A dan akhir sanad adalah D.
Klasifikasi Hadits
Klasifikasi hadits menurut dapat (diterima) atau ditolaknya hadits sebagai hujjah (dasar hukum) adalah:
Hadits Shohih, adalah hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang adil,
sempurna ingatan, sanadnya bersambung, tidak ber illat dan tidak
janggal. Illat hadits yang dimaksud adalah suatu penyakit yang
samar-samar yang dapat menodai keshohihan suatu hadits.
Hadits Makbul adalah hadits-hadits yang mempunyai sifat-sifat yang
dapat diterima sebagai Hujjah. Yang termasuk hadits makbul adalah Hadits
Shohih dan Hadits Hasan.
Hadits Hasan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rawi yang adil,
tapi tidak begitu kuat ingatannya (hafalan), bersambung sanadnya, dan
tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya. Hadits Hasan
termasuk hadits yang Makbul, biasanya dibuat hujjah buat sesuatu hal
yang tidak terlalu berat atau terlalu penting.
Hadits Dhoif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih
dari syarat-syarat hadits shohih atau hadits hasan. Hadits Dhoif banyak
macam ragamnya dan mempunyai perbedaan derajat satu sama lain,
disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shohih atau hasan
yang tidak dipenuhinya.
Syarat-syarat Hadits Shohih
Suatu hadits dapat dinilai shohih apabila telah memenuhi 5 Syarat :
Rawinya bersifat Adil
Sempurna ingatan
Sanadnya tidak terputus
Hadits itu tidak berillat dan
Hadits itu tidak janggal
Arti Adil dalam periwayatan, seorang rawi harus memenuhi 4 syarat untuk dinilai adil, yaitu :
Selalu memelihara perbuatan taat dan menjahui perbuatan maksiat.
Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.
Tidak melakukan perkara-perkara Mubah yang dapat menggugurkan iman kepada kadar dan mengakibatkan penyesalan.
Tidak mengikuti pendapat salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar Syara'.
Klasifikasi Hadits Dhoif berdasarkan kecacatan perawinya
Hadits Maudhu': adalah hadits yang diciptakan oleh seorang pendusta
yang ciptaan itu mereka katakan bahwa itu adalah sabda Nabi SAW, baik
hal itu disengaja maupun tidak.
Hadits Matruk: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang dituduh dusta dalam perhaditsan.
Hadits Munkar: adalah hadits yang menyendiri dalam periwayatan, yang
diriwayatkan oleh orang yang banyak kesalahannya, banyak kelengahannya
atau jelas kefasiqkannya yang bukan karena dusta. Di dalam satu jurusan
jika ada hadits yang diriwayatkan oleh dua hadits lemah yang berlawanan,
misal yang satu lemah sanadnya, sedang yang satunya lagi lebih lemah
sanadnya, maka yang lemah sanadnya dinamakan hadits Ma'ruf dan yang
lebih lemah dinamakan hadits Munkar.
Hadits Mu'allal (Ma'lul, Mu'all): adalah hadits yang tampaknya baik,
namun setelah diadakan suatu penelitian dan penyelidikan ternyata ada
cacatnya. Hal ini terjadi karena salah sangka dari rawinya dengan
menganggap bahwa sanadnya bersambung, padahal tidak. Hal ini hanya bisa
diketahui oleh orang-orang yang ahli hadits.
Hadits Mudraj (saduran): adalah hadits yang disadur dengan sesuatu
yang bukan hadits atas perkiraan bahwa saduran itu termasuk hadits.
Hadits Maqlub: adalah hadits yang terjadi mukhalafah (menyalahi hadits lain), disebabkan mendahului atau mengakhirkan.
Hadits Mudltharrib: adalah hadits yang menyalahi dengan hadits lain
terjadi dengan pergantian pada satu segi yang saling dapat bertahan,
dengan tidak ada yang dapat ditarjihkan (dikumpulkan).
Hadits Muharraf: adalah hadits yang menyalahi hadits lain terjadi
disebabkan karena perubahan Syakal kata, dengan masih tetapnya bentuk
tulisannya.
Hadits Mushahhaf: adalah hadits yang mukhalafahnya karena perubahan titik kata, sedang bentuk tulisannya tidak berubah.
Hadits Mubham: adalah hadits yang didalam matan atau sanadnya
terdapat seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah ia laki-laki atau
perempuan.
Hadits Syadz (kejanggalan): adalah hadits yang diriwayatkan oleh
seorang yang makbul (tsiqah) menyalahi riwayat yang lebih rajih,
lantaran mempunyai kelebihan kedlabithan atau banyaknya sanad atau lain
sebagainya, dari segi pentarjihan.
Hadits Mukhtalith: adalah hadits yang rawinya buruk hafalannya,
disebabkan sudah lanjut usia, tertimpa bahaya, terbakar atau hilang
kitab-kitabnya.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan gugurnya rawi
Hadits Muallaq: adalah hadits yang gugur (inqitha') rawinya seorang atau lebih dari awal sanad.
Hadits Mursal: adalah hadits yang gugur dari akhir sanadnya, seseorang setelah tabi'in.
Hadits Mudallas: adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang
diperkirakan, bahwa hadits itu tiada bernoda. Rawi yang berbuat demikian
disebut Mudallis.
Hadits Munqathi': adalah hadits yang gugur rawinya sebelum sahabat,
disatu tempat, atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak
berturut-turut.
Hadits Mu'dlal: adalah hadits yang gugur rawi-rawinya, dua orang
atau lebih berturut turut, baik sahabat bersama tabi'in, tabi'in bersama
tabi'it tabi'in, maupun dua orang sebelum sahabat dan tabi'in.
Klasifikasi hadits Dhoif berdasarkan sifat matannya
Hadits Mauquf: adalah hadits yang hanya disandarkan kepada sahabat
saja, baik yang disandarkan itu perkataan atau perbuatan dan baik
sanadnya bersambung atau terputus.
Hadits Maqthu': adalah perkataan atau perbuatan yang berasal dari
seorang tabi'in serta di mauqufkan padanya, baik sanadnya bersambung
atau tidak.
Apakah Boleh Berhujjah dengan hadits Dhoif ?
Para ulama sepakat melarang meriwayatkan hadits dhoif yang maudhu'
tanpa menyebutkan kemaudhu'annya. Adapun kalau hadits dhoif itu bukan
hadits maudhu' maka diperselisihkan tentang boleh atau tidaknya
diriwayatkan untuk berhujjah. Berikut ini pendapat yang ada yaitu:
Pendapat Pertama Melarang secara mutlak meriwayatkan segala macam
hadits dhoif, baik untuk menetapkan hukum, maupun untuk memberi sugesti
amalan utama. Pendapat ini dipertahankan oleh Abu Bakar Ibnul 'Araby.
Pendapat Kedua Membolehkan, kendatipun dengan melepas sanadnya dan
tanpa menerangkan sebab-sebab kelemahannya, untuk memberi sugesti,
menerangkan keutamaan amal (fadla'ilul a'mal dan cerita-cerita, bukan
untuk menetapkan hukum-hukum syariat, seperti halal dan haram, dan bukan
untuk menetapkan aqidah-aqidah).
Para imam seperti Ahmad bin hambal, Abdullah bin al Mubarak berkata:
"Apabila kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum,
kami perkeras sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami
meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa kami permudah dan kami
perlunak rawi-rawinya."
Karena itu, Ibnu Hajar Al Asqalany termasuk ahli hadits yang
membolehkan berhujjah dengan hadits dhoif untuk fadla'ilul amal. Ia
memberikan 3 syarat dalam hal meriwayatkan hadits dhoif, yaitu:
Hadits dhoif itu tidak keterlaluan. Oleh karena itu, untuk
hadits-hadits dhoif yang disebabkan rawinya pendusta, tertuduh dusta,
dan banyak salah, tidak dapat dibuat hujjah kendatipun untuk fadla'ilul
amal.
Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits dhoif tersebut, masih dibawah
satu dasar yang dibenarkan oleh hadits yang dapat diamalkan (shahih dan
hasan)
Dalam mengamalkannya tidak mengitikadkan atau menekankan bahwa
hadits tersebut benar-benar bersumber kepada nabi, tetapi tujuan
mengamalkannya hanya semata mata untuk ikhtiyath (hati-hati) belaka.
Klasifikasi hadits dari segi sedikit atau banyaknya rawi :
[1] Hadits Mutawatir: adalah suatu hadits hasil tanggapan dari panca
indra, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut adat
kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan bersepakat dusta.
Syarat syarat hadits mutawatir
Pewartaan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan
tanggapan panca indra. Yakni warta yang mereka sampaikan itu harus
benar benar hasil pendengaran atau penglihatan mereka sendiri.
Jumlah rawi-rawinya harus mencapai satu ketentuan yang tidak memungkinkan mereka bersepakat bohong/dusta.
Adanya keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam lapisan pertama
dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Kalau suatu hadits
diriwayatkan oleh 5 sahabat maka harus pula diriwayatkan oleh 5 tabi'in
demikian seterusnya, bila tidak maka tidak bisa dinamakan hadits
mutawatir.
[2] Hadits Ahad: adalah hadits yang tidak memenuhi syarat syarat hadits mutawatir.
Klasifikasi hadits Ahad
Hadits Masyhur: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 3 orang rawi atau lebih, serta belum mencapai derajat mutawatir.
Hadits Aziz: adalah hadits yang diriwayatkan oleh 2 orang rawi,
walaupun 2 orang rawi tersebut pada satu thabaqah (lapisan) saja,
kemudian setelah itu orang-orang meriwayatkannya.
Hadits Gharib: adalah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang
yang menyendiri dalam meriwayatkan, dimana saja penyendirian dalam sanad
itu terjadi.
Hadits Qudsi atau Hadits Rabbani atau Hadits Ilahi
Adalah sesuatu yang dikabarkan oleh Allah kepada nabiNya dengan
melalui ilham atau impian, yang kemudian nabi menyampaikan makna dari
ilham atau impian tersebut dengan ungkapan kata beliau sendiri.
Perbedaan Hadits Qudsi dengan hadits Nabawi
Pada hadits qudsi biasanya diberi ciri ciri dengan dibubuhi kalimat-kalimat :
Qala ( yaqalu ) Allahu
Fima yarwihi 'anillahi Tabaraka wa Ta'ala
Lafadz lafadz lain yang semakna dengan apa yang tersebut diatas.
Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur'an:
Semua lafadz-lafadz Al-Qur'an adalah mukjizat dan mutawatir, sedang hadits qudsi tidak demikian.
Ketentuan hukum yang berlaku bagi Al-Qur'an, tidak berlaku pada
hadits qudsi. Seperti larangan menyentuh, membaca pada orang yang
berhadats, dll.
Setiap huruf yang dibaca dari Al-Qur'an memberikan hak pahala kepada pembacanya.
Meriwayatkan Al-Qur'an tidak boleh dengan maknanya saja atau mengganti lafadz sinonimnya, sedang hadits qudsi tidak demikian.
Bid'ah
Yang dimaksud dengan bid'ah ialah sesuatu bentuk ibadah yang
dikategorikan dalam menyembah Allah yang Allah sendiri tidak
memerintahkannya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam tidak
menyontohkannya, serta para sahabat-sahabat Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wa Sallam tidak menyontohkannya.
Kewajiban sebagai seorang muslim adalah mengingatkan amar ma'ruf
nahi munkar kepada saudara-saudara seiman yang masih sering mengamalkan
amalan-amalan ataupun cara-cara bid'ah.
Alloh berfirman, dalam QS Al-Maidah ayat 3, "Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu." Jadi tidak
ada satu halpun yang luput dari penyampaian risalah oleh Nabi. Sehingga
jika terdapat hal-hal baru yang berhubungan dengan ibadah, maka itu
adalah bid'ah.
"Kulu bid'ah dholalah..." semua bid'ah adalah sesat (dalam masalah
ibadah). "Wa dholalatin fin Naar..." dan setiap kesesatan itu adanya
dalam neraka.
Beberapa hal seperti speaker, naik pesawat, naik mobil, pakai pasta
gigi, tidak dapat dikategorikan sebagai bid'ah. Semua hal ini tidak
dapat dikategorikan sebagai bentuk ibadah yang menyembah Allah. Ada tata
cara dalam beribadah yang wajib dipenuhi, misalnya dalam hal sembahyang
ada ruku, sujud, pembacaan al-Fatihah, tahiyat, dst. Ini semua adalah
wajib dan siapa pun yang menciptakan cara baru dalam sembahyang, maka
itu adalah bid'ah. Ada tata cara dalam ibadah yang dapat kita ambil
hikmahnya. Seperti pada zaman Rasul Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam
menggunakan siwak, maka sekarang menggunakan sikat gigi dan pasta gigi,
terkecuali beberapa muslim di Arab, India, dst.
Menemukan hal baru dalam ilmu pengetahuan bukanlah bid'ah, bahkan
dapat menjadi ladang amal bagi umat muslim. Banyak muncul hadits-hadits
yang bermuara (matannya) kepada hal bid'ah. Dan ini sangat sulit sekali
untuk diingatkan kepada para pengamal bid'ah.
Apakah yang menyebabkan timbulnya Hadits-Hadits Palsu?
Didalam Kitab Khulaashah Ilmil Hadits dijelaskan bahwa kabar yang datang pada Hadits ada tiga macam:
Yang wajib dibenarkan (diterima).
Yang wajib ditolak (didustakan, tidak boleh diterima) yaitu Hadits
yang diadakan orang mengatasnamakan Rasululloh Shallallahu 'Alaihi Wa
Sallam.
Yang wajib ditangguhkan (tidak boleh diamalkan) dulu sampai jelas
penelitian tentang kebenarannya, karena ada dua kemungkinan. Boleh jadi
itu adalah ucapan Nabi dan boleh jadi pula itu bukan ucapan Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam (dipalsukan atas nama Nabi
Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam).
Untuk mengetahui apakah Hadits itu palsu atau tidak, ada beberapa cara, diantaranya:
Atas pengakuan orang yang memalsukannya. Misalnya Imam Bukhari
pernah meriwayatkan dalam Kitab Taarikhut Ausath dari 'Umar bin Shub-bin
bin 'Imran At-Tamiimy sesungguhnya dia pernah berkata, artinya: Aku
pernah palsukan khutbah Rosululloh Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam.
Maisaroh bin Abdir Rabbik Al-Farisy pernah mengakui bahwa dia sendiri
telah memalsukan Hadits hadits yang berhubung-an dengan Fadhilah Qur'an
(Keutamaan Al-Qur'an) lebih dari 70 hadits, yang sekarang banyak
diamalkan oleh ahli-ahli Bid'ah. Menurut pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin
Abi Maryam bahwa dia pernah memalsukan dari Ibnu Abbas beberapa Hadits
yang hubungannya dengan Fadhilah Qur'an satu Surah demi Surah. (Kitab
Al-Baa'itsul Hatsiits).
Dengan memperhatikan dan mempelajari tanda-tanda/qorinah yang lain
yang dapat menunjukkan bahwa Hadits itu adalah Palsu. Misalnya dengan
melihat dan memperhatikan keadaan dan sifat perawi yang meriwayatkan
Hadits itu.
Terdapat ketidaksesuaian makna dari matan (isi cerita) hadits
tersebut dengan Al-Qur'an. Hadits tidak pernah bertentangan dengan apa
yang ada dalam ayat-ayat Qur'an.
Terdapat kekacauan atau terasa berat didalam susunannya, baik
lafadznya ataupun ditinjau dari susunan bahasa dan Nahwunya
(grammarnya).
Sebab-sebab terjadi atas timbulnya Hadits-hadits Palsu
Adanya kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran Islam.
Misalnya dari kaum Orientalis Barat yang sengaja mempelajari Islam untuk
tujuan menghancurkan Islam (seperti Snouck Hurgronje).
Untuk menguatkan pendirian atau madzhab suatu golongan tertentu.
Umumnya dari golongan Syi'ah, golongan Tareqat, golongan Sufi, para Ahli
Bid'ah, orang-orang Zindiq, orang yang menamakan diri mereka Zuhud,
golongan Karaamiyah, para Ahli Cerita, dan lain-lain. Semua yang
tersebut ini membolehkan untuk meriwayatkan atau mengadakan
Hadits-hadits Palsu yang ada hubungannya dengan semua amalan-amalan yang
mereka kerjakan. Yang disebut 'Targhiib' atau sebagai suatu ancaman
yang yang terkenal dengan nama 'At-Tarhiib'.
Untuk mendekatkan diri kepada Sultan, Raja, Penguasa, Presiden, dan lain-lainnya dengan tujuan mencari kedudukan.
Untuk mencari penghidupan dunia (menjadi mata pencaharian dengan menjual hadits-hadits Palsu).
Untuk menarik perhatian orang sebagaimana yang telah dilakukan oleh
para ahli dongeng dan tukang cerita, juru khutbah, dan lain-lainnya.
Hukum meriwayatkan Hadits-hadits Palsu
Secara Muthlaq, meriwayatkan hadits-hadits palsu itu hukumnya haram
bagi mereka yang sudah jelas mengetahui bahwa hadits itu palsu.
Bagi mereka yang meriwayatkan dengan tujuan memberi tahu kepada
orang bahwa hadits ini adalah palsu (menerangkan kepada mereka sesudah
meriwayatkan atau mebacakannya) maka tidak ada dosa atasnya.
Mereka yang tidak tahu sama sekali kemudian meriwayatkannya atau
mereka mengamalkan makna hadits tersebut karena tidak tahu, maka tidak
ada dosa atasnya. Akan tetapi sesudah mendapatkan penjelasan bahwa
riwayat atau hadits yang dia ceritakan atau amalkan itu adalah hadits
palsu, maka hendaklah segera dia tinggalkannya, kalau tetap dia amalkan
sedang dari jalan atau sanad lain tidak ada sama sekali, maka hukumnya
tidak boleh (berdosa - dari Kitab Minhatul Mughiits).
(Sumber Rujukan: Kitab Hadits Dhaif dan Maudhlu - Muhammad
Nashruddin Al-Albany; Kitab Hadits Maudhlu - Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah;
Kitab Mengenal Hadits Maudhlu - Muhammad bin Ali Asy-Syaukaaniy; Kitab
Kalimat-kalimat Thoyiib - Ibnu Taimiyah (tahqiq oleh Muhammad Nashruddin
Al-Albany); Kitab Mushtholahul Hadits - A. Hassan).
Semoga Bermanfaat -
http://sahabat-muslim99.blogspot.com