Minggu, 16 Januari 2011

Begitu Besar Kecintaan Rasulullah Kepada Umatnya.:

Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasihNya. Maka taati dan bertaqwalah kepadaNya. Kuwariskan 2 hal pada kalian, Al Quran dan Sunnahku. Barangsiapa mencintai sunnahku, berarti mencintaiku dan kelak orang yagn mencintaiku akan bersama sama masuk surga bersamaku”
Kutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabanya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengna berkaca kaca. Umar dadanya berdegubkencang menaha napas dan tangisnya. Utsman menghela napas panjang. Ali menundukkan kepala dalam dalam…..Isyarat itu telah datang, saatnya telah tiba.

“Rasulullah akan meninggalkan kita semua” desah hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda tanda itu semakin kuat tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun mimbar.
Saat itu seluruh sahabat yang hadir serasa Manahan detik detik berlalu. Matahari kian tinggi, tetapi pintu Rasulullah masih tertutup. Di dalamnya Rasulullah sedang terbaring lemah dengan kening berkeringat dan membasahi pelepah kurma yagn menjadi alas tempat tidurnya.

Tiba tiba dari luar pintu terdengar seseorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya.
Tetapi Fatimah tidak mengijinkannya masuk.
“Maafkanlah, tetapi ayahku sedang demam” kata Fatimah sambil membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian dia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membukakan mata dan beratnya pada Fatimah.
“Siapakah itu, wahai putriku?”
“Aku tidak kenal ayah, sepertinya baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut.

Lalu Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu satu garis wajahnya seolah hendak di kenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikat maut,” kata Rasulullah.
Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tetapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara lemah.
“Pintu pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tetapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?”
“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku ‘Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya’” kata Jibril. Detik detik semakin dekat, saatnya Izrail melaksanakan tugas. Perlahan ruh Rasulullah di tarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini’ lirih Rasulullah mengaduh.

Fatimah terpejam, Ali disampingnya menunduk kian dalam dan Jibril membuang muka.
“jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?’ Tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah di renggut ajal” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi.
“Ya Allah, dasyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku”

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya, ‘Ushikum bi ash shalati wa ma malakat aimanukuk’ Peliharalah shalatmu dan santuni orang orang lemah di antaramu.
Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat sahabat saling berpelukan. Fatimah menutup wajahnya dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasul yang mulai kebiruan.
‘Ummati ummati ummati’ dan pupuslah kembang hidup manusia mulia itu.
Siapakah yang disapa lembut Rasulullah pada detik detik akhir hayatnya? Umatku…umatku…umatku… Inilah Nabi yang membasahi janggutnya dengan air mata karena memikirkan derita umat sepeninggalnya, yang merebahkan dirinya di atas tanah dan mengangkatnya sebelum Allah mengizinkannya untuk memberikan syafaat kepada umatnya, yang suka dukanya terpaut dengan umat yang dipimpinnya.
Seraya Allah SWT Berfirman :‘Telah datang kepadamu seorang rasul dari kalanganmu sendiri. Berat baginya apa yang kamu derita, sangat ingin agar kamu mendapatkan kebahagiaan. Ia sangat pengasih dan penyayang kepada orang orang yang beriman’ (QS At Taubah, 9:128)
Begitu besar cinta Rasul kepada umatnya. Begitu dalam kasih sayangnya kepada kita semua. Kini, mampukah kita membalas cinta sucinya?
Abu Dzar bercerita bahwa Nabi bangun malam dan mendirikan shalat. Beliau terus menerus membaca satu ayat “Jika Engkau mengazab mereka, mereka adalah hamba hambaMu. Jika Engkau ampuni mereka, Engkau sungguh Maha Perkasa dan Maha Bijaksana” [QS Al Maidah 5:118]

Beliau rukuk dan sujud dengan ayat itu. Abu Dzar bertanya, “Ya Rasulullah, tak henti hentinya engkau membaca ayat itu sampai subuh. Engkau rukuk dan sujud dengan ayat itu”
Nabi menjawab: “Sesungguhnya aku memohon kepada Tuhanku agar diperkenankan untuk memberikan syafaat buat umat ku. Dia memberikan perkenanNya. Syafaatku insyaAllah akan mencapai siapa saja yang tidak mempersekutukan Tuhan” [HR Bukhari]
Ketika kita shalat malam, rukuk dan sujud di depan Allah, kita memanjaatkan doa doa kita sendiri. Ketika Nabi shalat malam, beliau menyampaikan permhonan untuk umatnya, untuk kita semua. Persoalannya, pantaskah kita yang berlumur dosa ini mengaku umatnya dan layak mendapatkan syafaatnya?
Ya Wajihan, Indallah, Isyfa’lana ‘Indallah
Dalam Al Matsnawi, Jalaluddin Rumi bercerita tentang Rasulullah. Pada suatu hari di masjid, Rasul kedatangan serombongan kafir yang meminta untuk bertemu.
Mereka berkata, “Kami datang dari jarak yang jauh, kami ingin bertamu kepada engkau, ya Rasulullah”
Lalu rasul mengantar para tamu kepada para sahabatnya. Salah seorang kafir yang bertubuh besar seperti raksasa tertinggal di masjid karena tidak ada seorang sahabatpun yang mau menerimanya. Dalam kalimat Rumi, dia tertinggal di masjid seperti tertinggalnya ampas di dalam gelas.
Mungkin para sahabat takut menjamunya karena membayangkan harus menyediakan wadah yang sangat besar. Lalu Rasul membawa dan menempatkannya pada sebuah rumah. Dia diberi jamuan susu dengan mendatangkan 3 ekor kambing dan seluruh susu itu habis diminumnya. Dia juga menghabiskan makanan untuk 18 orang, sampai orang yang ditugasinya jengkel. Akhirnya petugas itu menguncinya di dalam. Tengah malam, orang kafit itu menderita sakit perut. Dia hendak membuka pintu, tetapi pintu itu terkunci. Ketika rasa sakit tidak tertahankan lagi, akhirnya ornag itu mengeluarkan kotoran di rumah itu.
Setelah itu dia merasa malu dan terhina. Seluruh perasaan bergolak dalam pikirannya. DIa menunggu sampai menjelang subuh dan berharap ada orang yang membukakan pintu. Pada saat subuh, dia mendengar pintu itu terbuka, segera saja dia lari keluar. Dan ternyata yang membukakan pintu itu adalah Rasulullah.
Rasul tahu apa yang terjadi pada orang kafir itu. KEtika Rasul membukakan pintu itu, Rasul sengaja bersembunyi agar orang kafir itu tidak merasa malu untuk meninggalkan tempat tersebut.
Ketika orang kafir itu sudah pergi jauh, dia teringat bahwa azimatnya tertinggal di rumah itu. Jalaluddin Rumi berkata, “Kerasukan mengalahkan rasa malunya. Keinginan untuk memperoleh barang yang berharga itu menghilangkan rasa malunya” Akhirnya dia kembali ke rumah itu.

Sementara itu, seorang sahabat membawa tikar yang telah dikotori oleh kafir itu kepada Rasulullah sembari berkata, “Ya Rasulullah, lihat apa yang telah dilakukan oleh orang kafir itu”.
Kemudian Rasul berkata: “Ambilkan wadah, biar aku bersihkan”

Para sahabat meloncat dan berkata, “Ya Rasulullah, engkau adalah Sayyidul Anam. Tanpa engkau tidak akan diciptakan seluruh alam semesta ini. Biarlah kami yang membersihkan kotoran ini”.
“Tidak,” kata Rasulullah, “ini adalah kehormatan bagiku”
Para Sahabat berkata, “Wahai Nabi yang namanya dijadikan sumpah kehormatan oleh Allah, kami ini diciptakan untuk berkhidmat kepadamu. Kalau engkau melakukan ini, maka apalah artinya kami ini”

Begitu orang kafir itu datang kembali dan melihat tangan Rasul yang mulia tengah membersihkan kotoran yang ditinggalkannya. Orang kafir itu tidak sanggup menahan emosinya. Dia memukul mukul kepalanya sambil berkata, “Hai kepala yang tidak memiliki pengetahuan”
Dia memukul mukul dadanya sambil berkata, “Hai hati yang tidak pernah memperolah berkas cahaya”.
Orang kafir itu bergetar ketakutan dan menahan rasa malu yang luar biasa. KEmudian Rasul menepuk bahunya dan menenangkannya. Singkat cerita orang kafir itu masuk Islam.

Ya abal Qasim,
Ya Rasulullah
Ya Wajihan ‘Indallah
Isyfa’lana Indallah
Wahai Abal Qasim, Wahai Rasulullah
Wahai yang mulia di sisi Allah
Berikanlah syafaat kepada kami di sisiNya….
Jadi jelaslah. Syafa’at justru adalah harapan para pendosa – harapan kita semua. Syafa’at adalah bantuan Nabi SAW dengan ijin Allah untuk meringankan, bahkan menghapuskan hukuman bagi para pendosa.

Keajaiban Shalawat
Melepas Rindu pada Rasulullah dan Menjemput Syafaat di akhirat.


Cari Blog Ini

KIRIMKAN SMS ANDA LEWAT BLOG KAMI GRATIS.:

يس

free counters