Dia berkata: "JIKA KAMU MENGIKUTI KU, Maka JANGANLAH kamu MENANYAKAN KEPADAKU tentang SESUATU APAPUN, sampai AKU SENDIRI MENERANGKANNYA kepadamu”.
Hadist RASULULLAH saw bersabda :
Bertanyalah kepadaku,dan JANGANLAH BERTANYA kepadaku TENTANG sesuatu MELAINKAN AKU CERITERAKAN kepadamu.
Belajarlah KESOPANAN dalam MENCARI ILMU sebagaimana DIAJARKAN N.KHIDIR,tunggulah sampai dijelaskan, guru mempunyai pandangan yang BERBEDA dg murid tentu,kalau kita tidak menginginkan, tinggalkan dg AKHLAK YANG BAIK ..
Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata:
Janganlah kalian mempelajari ilmu karena 3 hal:
1) Dalam rangka debat kusir dengan orang-orang bodoh.
2) Untuk memdebat para ulama.
3) Memalingkan wajah-wajah manusia ke arah kalian.
Carilah apa yang ada di sisi Allah dengan ucapan dan perbuatan kalian.
Karena, sesungguhnya itulah yang kekal abadi. Sedangkan yang selain itu akan hilang dan pergi.
Seorang penuntut ilmu, pertama sekali dia memperhatikan perbaikan
dirinya sendiri dan senantiasa bersikap lurus, karena dia adalah
teladan, baik dalam akhlaqnya maupun sikapnya.
Seorang penuntut ilmu, sangat bersemangat untuk meraih suatu
kemanfaatan, bermajelis dengan para pemilik ilmu, pemilik keutamaan dan
sifat wara’.
Seorang penuntut ilmu, senantiasa membekali diri dengan ilmu yang
bermanfaat, menjaga waktunya (dari hal-hal yang tidak berguna), hingga
engkau tidak melihatnya kecuali selalu mengambil manfaat, berpaling dari
perkara yang sia-sia dan menyibukkan diri dengan perkara yang
bermanfaat saja.
Seorang penuntut ilmu, apabila dia berbicara maka dia memberi
manfaat dengan perkataannya, jika dia menulis maka dia memberi manfaat
dengan tulisannya, hingga orang yang bermajelis dengannya tidak akan
pernah kosong dari suatu manfaat.
Seorang penuntut ilmu, menghargai kemulian ilmu dan kedudukan ulama,
dia mengambil ilmu dari para ulama, menhormati dan mendoakan mereka
serta memohon rahmat untuk (ulama) yang sudah meninggal.
Seorang penuntut ilmu, membenci ghibah dan membenci orang yang suka
berghibah, dia juga tidak ridho apabila aib seseorang dibicarakan di
depannya. Engkau lihat seorang penuntut ilmu itu bersikap tawadhu’,
tidak mengangkat dirinya melebihi kedudukannya yang sebenarnya, tidak
berbangga dengan sesuatu yang tidak dia miliki, tidak tertipu dengan
pujian dan sanjungan, tidak meninginkan ketenaran, tidak pula kedudukan
di tengah-tengah manusia, karena dia tahu bahwa yang mampu mengangkat
dan merendahkan seseorang hanyalah Allah Ta’ala, bukan seorang manusia.
Seorang penuntut ilmu, senantiasa berdakwah dan mensihati kaum
muslimin, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar
sesuai dengan kaidah-kaidah syari’ah dan tatanan masyarakat. Engkau
lihat seorang penuntut ilmu itu sangat bersemangat dalam menyatukan
ummat, merekatkan hati-hati mereka dan membenci perpecahan antara Ahlus
Sunnah, karena dia mengetahui bahwa perpecahan itu selalu bersama
kebid’ahan dan persatuan selalu menyertai sunnah. Oleh karenanya
dikatakan, “Ahlus Sunnah wal Jama’ah (persatuan)” dan “Ahlus Bid’ah wal
Furqoh (perpecahan)”.
Demikian pula engkau lihat seorang penuntut ilmu selalu menjaga
lisannya, dia tidak mengomentari semua gosip dan isu yang tersebar di
masyarakat, karena dia tahu bahwa semua perkataan dan perbuatannya akan
dihisab.
Seorang penuntut ilmu, memperhatikan maslahat pada setiap perkataan
dan perbuatannya, dia tidak membuka pintu (mencontohkan) keburukan bagi
manusia, tidak membicarakan perkara yang batil, tidak sibuk dengan
permasalahan yang tidak dipahaminya, dia tidak masuk dalam suatu
pembicaraan kecuali berdasar ilmu, sehingga dia tahu penyebab masalah
yang ada dan apa solusinya. Benar-benar dia telah menyiapkan jawaban di
hadapan Allah Ta’ala kelak (atas semua perkataan dan perbuatannya).
Inilah sebagian sifat penuntut ilmu, semoga Allah Ta’ala menganugarahkan sifat-sifat tersebut kepada kita.
Adapun orang yang tidak berilmu, keadaannya terbalik, sebagaimana telah dimaklumi dan disaksikan.
Orang yang tidak menuntut ilmu akhlaqnya rendah, suka melanggar
kehormatan, menyia-nyiakan waktu tanpa manfaat, menyerang siapa saja
tanpa memperdulikan kemuliaan ilmu, umur, kehormatan dan keutamaan. Dia
juga berlagak ‘alim, mencari-cari kekurangan dan kesalahan orang lain,
semua itu adalah buah dari mencandu internet secara berlebihan. Hari dan
tahun yang dia lalui kosong tak berarti, hingga akhirnya dia tidak bisa
tenang dan tidak membiarkan orang lain tenang.
Maka, jika engkau ingin menjadi penuntut ilmu, jalannya ada di
depanmu dan telah jelas bagimu tanda-tandanya. Namun jika kamu memilih
jadi orang yang tidak mau menuntut ilmu, jalannya juga ada di depanmu,
yang dipenuhi dengan kesalahan dan kebodohan, maka
kotorilah dirimu sesuai kehendakmu, akan tetapi janganlah engkau
membohongi manusia, sehingga engkau disangka seorang penuntut ilmu!
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ
آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا
مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا
مِثْلُهُمْ
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al
Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan
diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk
beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena
sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan
mereka.” [QS an-Nisa : 140]
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آَيَاتِنَا فَأَعْرِضْ
عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ
الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ
الظَّالِمِينَ
“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat
Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan
yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini),
maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah
teringat (akan larangan itu).” [QS al-An'am : 68]
Seorang menuntut ilmu berusaha mencari yang sebenarnya dan melalui
proses belajar yang panjang , khusus dalam masalah ilmu agama seorang
penuntut ilmu wajib mencari sumber yang shahih dan menjauhkan diri dari
sesuatu yang diada adakan (Perkara Bid'ah )
Al-Baghowi dalam Ma’alimut Tanzil (2/301) dalam tafsir surat an-Nisa’ ayat 140 berkata :
وقال الضحاك عن ابن عباس رضي الله عنهما: دخل في هذه الآية كلُّ مُحْدِث في الدين وكلُّ مبتدع إلى يوم القيامة
Adh-Dhohhak[*] berkata : dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma :
“masuk pada ayat ini semua orang yang mengada-adakan bid’ah dalam agama
dan semua mubtadi’ sampai hari kiamat“.
———————————————————
[*] Adh-Dhohhak bin Muzahim al-Hilali -rohimahulloh- (Shighor
tabi’in, dari thobaqot ke-5 –yakni dalam at-Taqrib Ibnu Hajar, dan
begitu untuk seterusnya–) wafat setelah 100 H, seorang ‘ulama ahli
tafsir, murid dari Sa’id bin Jubair (muridnya Ibnu ‘Abbas). Namun para
‘ulama khilaf apakah dia bertemu dengan Ibnu ‘Abbas atau tidak (lihat
Tahdzibut Tahdzib 4/398). Wallahu A’lam.
——————————————————
Al-Qurthubi dalam tafsirnya (5/418) berkata:
وروى جويبر عن الضحاك قال: دخل في هذه الآية كلُّ مُحْدِث في الدين مبتدع إلى يوم القيامة.
Juwaibir[*] meriwayatkan dari adh-Dhohhak, ia berkata : “Masuk pada
ayat ini semua orang yang mengada-adakan bid’ah dalam agama, mubtadi’
sampai hari kiamat“
———————————————————
[*] Juwaibir bin Sa’id al-Azdi (shighor tabi’in, dari thobaqot ke-5)
adalah seorang yang dho’if dalam meriwayatkan hadits, akan tetapi para
‘ulama menerima riwayatnya dalam masalah tafsir dari adh-Dhohhak (Lihat
Tahdzibut Tahdzib 2/124). -rohimahulloh-.
———————————————————
Ibnu ‘Aun[*] berkata :
كان محمد يرى أن أهل الاهواء أسرع الناس ردة، وأن هذه نزلت فيهم: (وإذا
رأيت الذين يخوضون في آياتنا فأعرض عنهم حتى يخوضوا في حديث غيره)
“Muhammad (bin Sirin)[**] berpendapat bahwa ahlul ahwa adalah orang
yang paling cepat murtadnya, dan bahwa ayat ini (al-An’am : 68, pent)
turun pada mereka : (Dan apabila kamu melihat orang-orang
memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga
mereka membicarakan pembicaraan yang lain)” [Siyar A'lamin Nubala'
4/610]
———————————————————
[*] Ibnu ‘Aun namanya adalah Abu ‘Aun Abdulloh bin ‘Aun al-Bashri,
dari thobaqot ke-6 (sezaman dengan shighor tabi’in), wafat tahun 150 H.
Ia seorang ‘ulama besar di zamannya, rowi yang tsiqoh tsabt fadhil,
shahabat Ayyub as-Sikhtiyani (Lihat at-Taqrib 1/317). -rohimahulloh-.
[**] Muhammad bin Sirin, Abu Bakar al-Anshori, dari thobaqot ke-3
(tabi’in wustho), wafat tahun 110 H, maula Anas bin Malik, seorang kibar
‘ulama tabi’in. al-Hafidz Adz-Dzahabi berkata : “Tsiqoh hujjah, salah
seorang ‘ulama besar, ilmunya luas.” (Lihat al-Kasyif 1/178)
-rohimahulloh-.
———————————————————
Dari ‘Aisyah, ia berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini :
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ
هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي
قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ
الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا
اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ
عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara
(isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an
dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam
hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian
ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya
melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi
Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan
orang-orang yang berakal.” [QS. Ali Imron : 7, pent] ‘Aisyah berkata :
lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
فَإِذَا رَأَيْتِ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأُولَئِكِ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ
“Jika engkau melihat orang-orang yang mengikuti sebagian ayat-ayat
yang mutasyabihat; mereka itulah yang disebut Allah (dalam ayat tadi,
pent), maka berhati-hatilah dari mereka!” [HR. al-Bukhori no. 4273 dan
Muslim no. 2665]
Dari Abu Huroiroh, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
سيكون في آخر أمتي أناس يحدثونكم ما لم تسمعوا أنتم ولا آباؤكم فإياكم وإياهم
“Akan ada pada akhir ummatku orang-orang yang mengabarkan kepada
kalian apa-apa yang belum pernah kalian dengar dan tidak pula
bapak-bapak kalian, maka berhati-hatilah kalian dari mereka!” [HR.
Muslim dalam muqoddimah Shohih-nya hadits no. 6]
Asy-Syaikh Robi’ bin Hadi al-Madkholi hafidzohulloh dalam syarah
ushulus Sunnah (hal. 8, versi sahab.org) setelah membawakan 2 hadits di
atas, beliau berkata : “Ini juga termasuk diantara nash-nash yang
melarang dari bermajelis dengan ahlul bida’. Di sana ada orang-orang
ahlul jahl dan orang-orang yang tertipu, sedangkan engkau memiliki ilmu,
hujjah dan burhan (penjelasan), engkau mendakwahkan mereka kepada
kebenaran dan memberi penjelasan kepada mereka, (maka ini) tidak
mengapa. Adapun engkau berrmajelis untuk bersahabat, berteman,
mencintai, bergaul dan yang serupa dengan itu, maka ini merupakan
kesalahan yang akan menghantarkan kepada kesesatan. Dan wajib bagi orang
yang berakal untuk menjauhinya, dan sebagian shahabat telah mentahdzir
dari yang demikian seperti Ibnu Abbas dan sebagian imam tabi’in seperti
Ayyub as-Sikhtiyani dan Ibnu Sirin rohimahumulloh. Dulu salah seorang
dari mereka tidak mau mendengar kepada ahli bid’ah, sampai-sampai jika
ahli bid’ah itu menawarkan untuk membacakan padanya sebuah hadits atau
ayat, maka ia (imam itu) berkata : “tidak!”, lalu ditanyakan kepadanya :
“mengapa?” ia berkata : “Sesungguhnya hatiku bukan di tanganku, aku
khawatir ia akan melempar fitnah dalam hatiku, lalu aku tidak mampu
untuk menolaknya.” Keselamatan janganlah diganti dengan sesuatu apapun,
maka janganlah seseorang memperlihatkan dirinya kepada fitnah, khususnya
jika ia mengetahui bahwa dirinya lemah.” -selesai nukilan-
Dari Abu Musa al-Asy’ari, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :
إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ
كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ
يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ
رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ
وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Permisalan teman duduk yang sholeh dan teman duduk yang buruk
adalah seperti pembawa misk (sejenis minyak wangi, pent) dan peniup bara
api. Orang yang membawa misk, mungkin ia akan memberimu (misk) atau
engkau membeli darinya atau engkau akan mendapatkan darinya bau wangi.
Adapun peniup bara api, mungkin ia akan membakar bajumu atau engkau akan
mendapatkan bau yang tidak sedap.”
[HR. al-Bukhori no., Muslim no., dll. Dengan lafadz Muslim]
Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ سَمِعَ بِالدَّجَّالِ فَلْيَنْأَ عَنْهُ فَوَاللَّهِ إِنَّ
الرَّجُلَ لَيَأْتِيهِ وَهُوَ يَحْسِبُ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ فَيَتَّبِعُهُ
مِمَّا يَبْعَثُ بِهِ مِنْ الشُّبُهَاتِ أَوْ لِمَا يَبْعَثُ بِهِ مِنْ
الشُّبُهَاتِ
“Barangsiapa mendengar Dajjal, hendaklah ia mejauh darinya. Karena
demi Allah, seseorang akan mendatanginya dengan mengira bahwa ia
(Dajjal) itu seorang mu’min, lalu iapun mengikutinya dalam
syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh Dajjal atau karena syubhat-syubhat
yang dilontarkan oleh Dajjal.”
[HR. Abu Dawud (4319), Ahmad (19982), al-Hakim (8616), ath-Thobroni
dalam al-Mu'jam al-Kabir (550), dll. Dishohihkan al-Albani dalam
Shohihul Jami' (6301)]
Ibnu Baththoh setelah membawakan hadits ini berkata :
هذا قول الرسول صلى الله عليه وسلم ، وهو الصادق المصدوق ، فالله الله
معشر المسلمين ، لا يحملن أحدا منكم حسن ظنه بنفسه ، وما عهده من معرفته
بصحة مذهبه على المخاطرة بدينه في مجالسة بعض أهل هذه الأهواء ، فيقول :
أداخله لأناظره ، أو لأستخرج منه مذهبه ، فإنهم أشد فتنة من الدجال ،
وكلامهم ألصق من الجرب ، وأحرق للقلوب من اللهب
“Inilah sabda Rasululloh shallallahu alaihi wa sallam, dan dia
adalah ash-shodiqul mashduq (yang benar dan dibenarkan). Maka Alloh!
Alloh wahai sekalian kaum muslimin!! Janganlah salah seorang dari kalian
membawa baik sangkanya terhadap dirinya sendiri (percaya diri, pent)
dan apa-apa yang telah ia ketahui dari kebenaran madzhabnya, kepada yang
membahayakan agamanya dari bermajelis dengan sebagian ahlil ahwa ini,
lalu ia mengatakan : ‘aku akan masuk kepadanya untuk kudebat dia, atau
aku akan mengeluarkannya dari madzhabnya’, sesungguhnya fitnah mereka
lebih parah dari Dajjal, dan perkataan mereka lebih melekat daripada
kudis, dan lebih membakar hati daripada api yang menyala.” [Lihat
al-Ibanah al-Kubro 3/470, kemudian beliau membawakan riwayat contoh
orang-orang yang termakan syubuhat ahlul ahwa' wal bida', wal 'iyadzu
billah]
Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ
“Ruh-ruh adalah seperti tentara yang berbaris-baris, maka yang
saling mengenal akan bersatu dan yang saling mengingkari akan
berselisih.”[HR. al-Bukhori (3158), Muslim (2638), Abu Dawud (4834),
Ahmad (7922), Ibnu Hibban (6168), al-Hakim (8296), dll]
Dalam hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu anhu, ia berkata : Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ
أَهْلَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا
هَلُمُّوا إِلَى حَاجَتِكُمْ قَالَ فَيَحُفُّونَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ
إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ
أَعْلَمُ مِنْهُمْ مَا يَقُولُ عِبَادِي قَالُوا يَقُولُونَ يُسَبِّحُونَكَ
وَيُكَبِّرُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيُمَجِّدُونَكَ قَالَ فَيَقُولُ هَلْ
رَأَوْنِي قَالَ فَيَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ مَا رَأَوْكَ قَالَ فَيَقُولُ
وَكَيْفَ لَوْ رَأَوْنِي قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْكَ كَانُوا أَشَدَّ
لَكَ عِبَادَةً وَأَشَدَّ لَكَ تَمْجِيدًا وَتَحْمِيدًا وَأَكْثَرَ لَكَ
تَسْبِيحًا قَالَ يَقُولُ فَمَا يَسْأَلُونِي قَالَ يَسْأَلُونَكَ
الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ
يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا
قَالَ يَقُولُونَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ عَلَيْهَا
حِرْصًا وَأَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَأَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً قَالَ فَمِمَّ
يَتَعَوَّذُونَ قَالَ يَقُولُونَ مِنْ النَّارِ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ
رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ
يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْهَا كَانُوا
أَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا وَأَشَدَّ لَهَا مَخَافَةً قَالَ فَيَقُولُ
فَأُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ قَالَ يَقُولُ مَلَكٌ مِنْ
الْمَلَائِكَةِ فِيهِمْ فُلَانٌ لَيْسَ مِنْهُمْ إِنَّمَا جَاءَ لِحَاجَةٍ
قَالَ هُمْ الْجُلَسَاءُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ
“Sesungguhnya Allah memiliki para Malaikat yang biasa berkeliling di
jalan mencari orang-orang yang berdzikir. Jika mereka mendapatkan suatu
kaum yang berdzikir kepada Allah, mereka pun saling memanggil :
“Kemarilah pada apa yang kalian cari (hajat kalian).” Maka para Malaikat
pun menaungi mereka dengan sayap mereka sampai ke langit dunia. Lalu
Allah ‘azza wa jalla bertanya kepada para Malaikat itu sedangkan Allah
lebih mengetahui daripada mereka : “Apa yang diucapkan para hamba-Ku?”
Para Malaikat menjawab : “Mereka bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan
memuji kepada-Mu.” Allah bertanya : “Apakah mereka melihat Aku?” Para
Malaikat tersebut menjawab : “Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat
Engkau.” Allah bertanya lagi : “Bagaimana sekiranya jika mereka melihat
Aku?” Para Malaikat menjawab : “Sekiranya mereka melihat Engkau, niscaya
mereka tambah bersemangat beribadah kepada-Mu dan lebih banyak memuji
serta bertasbih kepada-Mu.” Allah bertanya : “Apa yang mereka minta?”
Para Malaikat menjawab : “Mereka minta Surga kepada-Mu.” Allah bertanya :
“Apakah mereka pernah melihat Surga?” Para Malaikat menjawab : “tidak
demi Allah wahai Robb, mereka tidak melihatnya.” Allah bertanya :
“Bagaimana jika mereka melihatnya?” Para Malaikat menjawab : “Sekiranya
mereka pernah melihatnya, niscaya mereka lebih sangat ingin untuk
mendapatkannya dan lebih bersungguh-sungguh memintanya serta sangat
mengharapkannya.” Allah bertanya : “Dari apa mereka minta perlindungan?”
Para Malaikat menjawab : “Dari neraka.” Allah bertanya : “Apakah mereka
pernah melihatnya?” Para Malaikat menjawab : “Tidak, demi Allah, mereka
belum pernah melihatnya.” Allah bertanya : “Bagaimana kalau mereka
melihatnya?” Para Malaikat menjawab : “Seandainya mereka melihatnya,
niscaya mereka tambah menjauh dan takut darinya.” Allah berfirman : “Aku
persaksikan kepada kalian bahwa Aku telah mengampuni mereka.” Seorang
di antara Malaikat berkata : “Di antara mereka ada si Fulan yang tidak
termasuk dari mereka (orang-orang yang berdzikir), dia hanya datang
karena ada keperluan.” Allah berfirman : “Tidak akan celaka orang yang
duduk bermajelis dengan mereka (majelis dzikir).” [HR. al-Bukhori no.
6045]
Al-Fudhail bin Iyadh[*] berkata :
إن لله ملائكة يطلبون حلق الذكر، فانظر مع من يكون مجلسك، لا يكون مع
صاحب بدعة؛ فإن الله تعالى لا ينظر إليهم، وعلامة النفاق أن يقوم الرجل
ويقعد مع صاحب بدعة، وأدركت خيار الناس كلهم أصحاب سنة وهم ينهون عن أصحاب
البدعة
“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang bertugas mencari
majelis-majelis dzikir, maka lihatlah bersama siapakah majelismu itu,
janganlah bersama ahli bid’ah; karena Allah ta’ala tidak melihat kepada
mereka. Dan salah satu tanda nifaq adalah seseorang bangun dan duduk
bersama ahli bid’ah. Aku mendapati sebaik-baik manusia (yakni tabi’in,
pent), mereka semuanya adalah ahlus Sunnah dan mereka melarang (yakni
memperingatkan) dari ahli bid’ah.” [Hilyatul Aulia (8/104)]
———————————————————
[*] Abu ‘Ali al-Fudhail bin Iyadh bin Mas’ud at-Tamimi, dari
thobaqot ke-8 (Tabi’ut tabi’in wustho), wafat tahun 187 H, Ibnu Hajar
berkata : “Tsiqoh, ‘Aabid, imam.” (Lihat at-Taqrib 1/448), Syaikh-nya
Ibnul Mubarok. -rohimahulloh-.
———————————————————
Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya an-Najmi -hafidzohulloh- berkata dalam
Irsyadus Saari ila Taudhih Syarhis Sunnah setelah membawakan hadits ini :
“Sebagaimana orang yang bermajelis dengan ahlus Sunnah tidak akan
celaka dengan bermajelisnya bersama mereka, bahkan ia mendapat kebaikan
dari majelis tersebut; demikian pula orang yang duduk dengan ahli
bid’ah, ia akan mendapat bagian kemurkaan yang turun atas mereka. Kita
memohon kepada Alloh agar menjaga kita dari bid’ah-bid’ah dan menjadikan
kita termasuk orang-orang yang mengikuti sunnah-sunnah serta menjauhi
bid’ah-bid’ah.”
Kami katakan : “Aamiin….”
Seorang penuntut ilmu juga menghindari dari hawa nafsu , baik itu
nafsu merasa benar sendiri maupun hawa nafsu berpihak pada sesuatu
dengan tanpa melihat dari sudut pandang kebenaran . Kebenaran yg saya
maksud adalah kebenaran yang sesuai dengan Al Quran dan hadits yang
shahih , mengikuti jejak para salafus shalih.
Atsar Para Salafuna ash-Sholih
Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu anhuma, ia berkata :
لا تجالس أهل الأهواء ، فإن مجالستهم ممرضة للقلوب
“Janganlah engkau duduk-duduk (bermajelis) dengan ahlul ahwa! karena duduk-duduk bersama mereka membuat hati menjadi sakit.”
[Diriwayatkan oleh al-Ajurri dalam asy-Syari'ah pada bab Dzammul
Jidal wal Khushumat fid Din dan Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro
pada bab at-Tahdzir min Shuhbati Qoumin Yumridhul Qulub wa yufsidul
Iman, dengan sanad yang shohih]
Dari Abdullah ar-Rumi, ia berkata : datang seseorang kepada Anas bin
Malik rodhiyallohu anhu, dan aku berada di sisinya, kemudian orang itu
berkata : “wahai Abu Hamzah, aku bertemu dengan suatu kaum yang
mendustakan adanya syafa’at dan adzab kubur.” Anas berkata :
أولئك الكذابون ، فلا تجالسهم
“Mereka adalah pendusta, jangan kamu duduk bersama mereka!”
[Diriwayatkan Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro pada bab
at-Tahdzir min Shuhbati Qoumin Yumridul Qulub wa yufsidul Iman, dalam
kitab Ushulus Sunnah dengan tahqiq al-Walid bin Muhammad Nabih hal. 31
dikatakan bahwa sanadnya la ba'sa bihi, wallahu a'lam]
Ibnu Umar rodhiyallohu anhuma berkata ketika ditanya tentang kelompok Qodariyyah:
فإذا لقيت أولئك فأخبرهم أني بريء منهم وأنهم برآء مني
“Jika engkau bertemu mereka, kabarkan kepada mereka bahwa aku telah
berlepas diri dari mereka dan bahwa mereka telah berlepas diri dariku.”
[Diriwayatkan Muslim dalam shohih-nya, hadits no. 7]
Dari al-Hasan (al-Bashri)[*] dan Muhammad (bin Sirin)[**], mereka berdua berkata :
لا تجالسوا أصحاب الأهواء ولا تجادلوهم ولا تسمعوا منهم
“Janganlah kalian bermajelis dengan ahlul ahwa! janganlah kalian
berdebat dengan mereka! dan janganlah kalian mendengar dari mereka!”
[Diriwayatkan Ibnu Sa'ad dalam ath-Thobaqot al-Kubro (7/172), sanadnya shohih]
Dari Marhum bin Abdil Aziz al-’Aththor, aku mendengar ayahku dan
pamanku berkata : kami mendengar al-Hasan (al-Bashri, pent) melarang
bermajelis dengan Ma’bad al-Juhani (seorang tokoh Qodariyyah, pent), ia
(al-Hasan) berkata :
لا تجالسوه فإنه ضال مضل
“Jangan kalian bermajelis dengannya! Karena ia sesat dan menyesatkan.”
[Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam As-Sunnah (2/391),
al-Lalika'i dalam Syarah Ushul I'tiqod Ahlis Sunnah (4/637), Ibnu
Baththoh dalam al-Ibanah 'an Syari'atil Firqotin Najiyah (2/319),
al-Ajurri dalam asy-Syari'ah (1/245), al-Firyabi dalam Kitabul Qodar
(1/204)]
Dari Asma bin ‘Ubaid, ia berkata:
دَخَلَ رَجُلاَنِ مِنْ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ عَلَى ابْنِ سِيرِينَ
فَقَالاَ : يَا أَبَا بَكْرٍ نُحَدِّثُكَ بِحَدِيثٍ؟ قَالَ : لاَ. قَالاَ :
فَنَقْرَأُ عَلَيْكَ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ؟ قَالَ : لاَ ،
لَتَقُومَانِ عَنِّى أَوْ لأَقُومَنَّ. قَالَ : فَخَرَجَا فَقَالَ بَعْضُ
الْقَوْمِ : يَا أَبَا بَكْرٍ وَمَا كَانَ عَلَيْكَ أَنْ يَقْرَآ عَلَيْكَ
آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى؟ قَالَ : إِنِّى خَشِيتُ أَنْ يَقْرَآ
عَلَىَّ آيَةً فَيُحَرِّفَانِهَا فَيَقِرُّ ذَلِكَ فِى قَلْبِى
Dua orang ahlul ahwa datang kepada Ibnu Sirin, mereka berdua
berkata: “wahai Abu Bakr, kami akan membacakan kepadamu satu hadits!”
Ibnu Sirin berkata: “Tidak!”, mereka berdua berkata: “kalau begitu kami
akan membacakan kepadamu satu ayat dari Kitabullah?” Ibnu Sirin berkata:
“Tidak! pergilah kalian dariku, atau aku yang pergi!” (Asma bin ‘Ubaid)
berkata: maka mereka berdua keluar, lalu beberapa orang bertanya:
“wahai Abu Bakr, kenapa engkau (tidak mau) ketika mereka akan membacakan
kepadamu satu ayat dari Kitab Allah ta’ala?” Ibnu Sirin menjawab: “aku
khawatir mereka berdua akan membacakan kepadaku sebuah ayat, lalu mereka
menyimpangkannya, kemudian hal itu (penyimpangan tersebut) akan menetap
di hatiku.”
[Diriwayatkan ad-Darimi dalam Sunan-nya (397), lihat Siyar A'lamin Nubala (11/285)]
———————————————————
[*] al-Hasan bin Abil Hasan al-Bashri, dari thobaqot ke-3 (Tabi’in
wustho), wafat tahun 110 H. Seorang Imam tabi’in yang faqiih dan
masyhur. -rohimahulloh-.
[**] Muhammad bin Sirin, Abu Bakar al-Anshori, dari thobaqot ke-3
(tabi’in wustho), wafat tahun 110 H, maula Anas bin Malik, seorang kibar
‘ulama tabi’in. al-Hafidz Adz-Dzahabi berkata : “Tsiqoh hujjah, salah
seorang ‘ulama besar, ilmunya luas.” (Lihat al-Kasyif 1/178)
-rohimahulloh-.
———————————————————
Dari Ayyub, ia berkata : Abu Qilabah[*] berkata :
لا تجالسوا أهل الأهواء ولا تجادلوهم فإني لا آمن أن يغمسوكم في ضلالتهم أو يلبسوا عليكم ما كنتم تعرفون
“Janganlah kalian bermajelis dengan ahlul ahwa dan jangan berdebat
dengan mereka! karena aku tidak merasa aman jika mereka akan
menenggelamkan kalian ke dalam kesesatannya atau men-talbis (membuat
kesamaran) terhadap apa yang kalian anggap baik.”
[Diriwayatkan Ibnu Sa'ad dalam ath-Thobaqot al-Kubro (7/184), lihat as-Siyar (4/472) oleh adz-Dzahabi. Sanad ini shohih]
———————————————————
[*] Abu Qilabah Abdulloh bin Zaid al-Jarmi, dari thobaqot ke-3
(Tabi’in wustho), wafat tahun 104 H dan dikatakan 107 H, al-Hafidz
Adz-Dzahabi berkata “salah seorang imam tabi’in.” (Lihat al-Kasyif
1/554), Ibnu Hajar berkata : “Tsiqoh fadhil, banyak meriwayatkan hadits
secara mursal.” (Lihat at-Taqrib 1/304). -rohimahulloh-.
———————————————————
Al-Imam Sufyan ats-Tsauri[*] berkata :
من أصغى بسمعه إلى صاحب بدعة، وهو يعلم، خرج من عصمة الله، ووكل إلى نفسه
“Barangsiapa mendengarkan ahli bid’ah dengan pendengarannya, padahal
dia mengetahui, maka ia keluar dari penjagaan Allah dan (urusannya)
diserahkan kepada dirinya sendiri.”
Beliau juga berkata :
من سمع ببدعة فلا يحكها لجلسائه، لا يلقها في قلوبهم
“Barangsiapa mendengar suatu bid’ah, maka janganlah ia
menceritakannya kepada teman-teman duduknya, janganlah ia melemparkannya
ke dalam hati-hati mereka.”
Setelah membawakan perkataan Sufyan ats-Tsauri di atas, Al-Hafidz adz-Dzahabi[**] berkata:
أكثر أئمة السلف على هذا التحذير، يرون أن القلوب ضعيفة، والشبه خطافة
“Kebanyakan para imam Salaf berpendapat dengan tahdzir ini, mereka
melihat bahwa hati itu lemah dan syubhat-syubhat itu menyambar-nyambar.”
[Siyar A'lamin Nubala 7/261]
———————————————————
[*] Abu Abdillah Sufyan bin Sa’id ats-Tsauri (W. 161 H), dari
thobaqot ke-5 (shighor tabi’in). Seorang imam, ‘Aabid, hafidz, faqiih,
hujjah. -rohimahulloh-
[**] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabi (W. 748 H). al-Imam
al-Hafidz, ahli Jarh wa Ta’dil & tarikh, Muhaddits. Penulis Siyar
A’lamin Nubalaa’, al-Muwqidzoh, Mizanul I’tidal, dll. -rohimahulloh-
———————————————————
Dari Yahya bin Abi Katsir[*], ia berkata :
إذا لقيت صاحب بدعة في طريق فخذ في طريق آخر
“Jika engkau bertemu dengan ahli bid’ah di suatu jalan, maka ambillah jalan yang lain.”
[Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam al-Hilyah (3/69), Ibnu Baththoh
dalam al-Ibanah al-Kubro pada bab at-Tahdzir min Shuhbati Qoumin
Yumarridhunal Qulub wa yufsidul Iman, Ibnu Wadhdhoh dalam al-Bida' pada
bab an-Nahyu 'anil Julus ma'a Ahlil Bida']
———————————————————
[*] Abu Nashr Yahya bin Abi Katsir (W. 132 H), dari thobaqot ke-5
(shighor tabi’in). Salah seorang imam di zamannya. -rohimahulloh-.
———————————————————
Al-A’masy[*] berkata :
كانوا لا يسألون عن الرجل بعد ثلاث: ممشاه ومدخله وألفه من الناس
“Mereka (para salaf) tidak bertanya tentang seseorang setelah jelas
tiga : teman jalannya, teman masuknya dan teman pergaulannya.”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah (2/476)]
———————————————————
[*] Abu Muhammad Sulaiman bin Mihron al-A’masy, dari thobaqot ke-5
(shighor tabi’in), wafat tahun 147/148 H H. Seorang tsiqoh hafidz, ahli
qiro’ah. -rohimahulloh-.
———————————————————
Ibnu ‘Aun [*] berkata :
الذي يجالس أهل البدع أشد علينا من أهل البدع
“Orang yang bermajelis dengan ahlul bida’ itu lebih buruk bagi kami daripada ahlul bida’.”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro (2/372)]
———————————————————
[*] Ibnu ‘Aun namanya adalah Abu ‘Aun Abdulloh bin ‘Aun al-Bashri,
dari thobaqot ke-6 (sezaman dengan shighor tabi’in), wafat tahun 150 H.
Ia seorang ‘ulama besar di zamannya, rowi yang tsiqoh tsabt fadhil,
shahabat Ayyub as-Sikhtiyani (Lihat at-Taqrib 1/317). -rohimahulloh-.
———————————————————
Dari Mubasyir bin Isma’il al-Halabi, ia berkata :
قيل للأوزاعي : إن رجلا يقول : أنا أجالس أهل السنة ، وأجالس أهل البدع ، فقال الأوزاعي : هذا رجل يريد أن يساوي بين الحق والباطل
Dikatakan kepada al-’Auzai[*] : seseungguhnya ada seseorang yang
mengatakan : “aku akan bermajelis dengan ahlus Sunnah dan aku akan
bermajelis dengan ahli bid’ah.” Maka al-’Auza’i mengatakan : “orang ini
mau menyamakan antara yang haq dan yang batil.”
[Diriwayatkan Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro (2/456)]
Al-Imam al-’Auza’i juga berkata :
من ستر علينا بدعته لم تَخْفَ علينا أُلفته
“Barang siapa yang menutupi bid’ah-nya dari kami, tidaklah samar bagi kami pergaulannya.”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro (2/479)]
Dari ‘Uqbah bin Alqomah, ia berkata :
كنت عند أرطاة بن المنذر فقال بعض أهل المجلس: ما تقولون في الرجل
يجالس أهل السنّة ويخالطهم، فإذا ذكر أهل البدع قال: دعونا من ذكرهم لا
تذكروهم، قال أرطأة: هو منهم لا يلبّس عليكم أمره، قال: فأنكرت ذلك من قول
أرطاة قال: فقدمت على الأوزاعي، وكان كشّافاً لهذه الأشياء إذا بلغته،
فقال: صدق أرطأة والقول ما قال؛ هذا يَنهى عن ذكرهم، ومتى يحذروا إذا لم
يُشد بذكرهم
Aku berada di sisi Arthoh bin al-Mundzir[**], lalu sebagian orang di
majelis itu berkata : Bagaimana pendapatmu tentang orang yang
bermajelis dengan ahlus Sunnah dan bercampur bersama mereka, tapi jika
ahlul bida’ dibicarakan ia berkata : “Tinggalkanlah kami dari
membicarakan mereka, janganlah kalian membicarakan mereka!”, Arthoh
berkata : “Dia termasuk mereka, tidaklah samar bagi kalian perkaranya”,
‘Uqbah berkata : aku mengingkari pendapat Arthoh tersebut, lalu ia
(‘Uqbah) berkata : lalu aku datang kepada al-’Auza’i, dan dia mampu
menyingkap tentang masalah-masalah seperti ini jika telah sampai
kepadanya, lalu ia berkata : “Arthoh benar, pendapatku seperti
pendapatnya. Orang ini melarang membicarakan mereka (ahlul bida’), kapan
orang-orang bisa diperingatkan jika tidak dikeraskan dalam membicarakan
mereka.” [Tarikh Dimasyq (8/15)]
———————————————————
[*] Abu Amr Abdurrahman bin Amr al-Auza’i, dari thobaqot ke-7 (Kibar
tabi’ut tabi’in), wafat tahun 157 H. Seorang tsiqoh jaliil, syaikhul
Islam, al-hafidz, faqiih, seorang yang zuhud. -rohimahulloh-.
[**] Abu ‘Adi Arthoh bin al-Mundzir, dari thobaqot ke-6, wafat tahun
163 H. Al-Hafidz adz-Dzahabi berkata (al-Kasyif 1/230) : “Tsiqoh imam”.
-rohimahulloh-.
———————————————————
Ma’mar[*] berkata : Suatu ketika Ibnu Thowus sedang duduk, kemudian
datang seorang Mu’tazili lalu berbicara, Ibnu Thowus[**] lalu memasukkan
dua jari ke telinganya dan berkata kepada anaknya:
أي بني أدخل أصبعيك في أذنيك واشدد، ولا تسمع من كلامه شيئاً
“Wahai anakku, masukkan dua jarimu ke dua telingamu dan kencangkanlah! Jangan engkau dengarkan apa yang ia katakan sedikitpun!”
[Diriwayatkan oleh Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro (2/446),
Abu Nu'aim dalam Hilyatul Auliya' (1/218), lihat Siyar A'lamin Nubala
(11/285)]
———————————————————
[*] Abu Urwah Ma’mar bin Rosyid al-Azdi (W. 153 H), dari thobaqot
ke-7 (kibar tabi’ut tabi’in). Seorang yang tsiqoh tsabt faadhil,
‘ulamanya Yaman ketika itu. -rohimahulloh-.
[**] Abu Muhammad Abdulloh bin Thowus al-Yamani (W. H), dari
thobaqot ke-6 (sezaman dengan tabi’in). Seorang yang tsiqoh fadhil, ahli
ibadah. -rohimahulloh-.
———————————————————
Dari Mufadhdhol bin Muhalhal as-Sa’di[*], ia berkata:
لو كان صاحب البدعة إذا جلست إليه يحدثك ببدعته حذرته وفررت منه ولكنه
يحدثك بأحاديث السنة في بدو مجلسه ثم يدخل عليك بدعته فلعلها تلزم قلبك
فمتى تخرج من قلبك ؟
“Seandainya ahli bid’ah itu, jika engkau duduk bersamanya, lalu ia
berbicara dengan bid’ahnya maka engkau akan mentahdzirnya dan lari
darinya. Akan tetapi ia berbicara kepadamu dengan hadits-hadits sunnah
pada majelisnya yang tampak, lalu bid’ahnya masuk kepadamu, kemudian
bid’ah itu mengenai hatimu, maka kapan bid’ah itu akan keluar dari
hatimu?”
[Diriwayatkan Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro]
———————————————————
[*] Abu Abdirrohman Mufadhdhol bin Muhalhal as-Sa’di al-Kufi (W.
167H, dari thobaqot ke- 7, Kibar Tabi’ut Tabi’in). Ia seorang ‘ulama
besar di zamannya. Ibnu Hajar berkata tentangnya (at-Taqrib 1/544) :
“Tsiqoh Tsabt, Nabiil ‘Aabid”.
———————————————————
Al-Imam Al-Fudhail bin Iyadh[*] berkata :
إن لله ملائكة يطلبون حلق الذكر، فانظر مع من يكون مجلسك، لا يكون مع
صاحب بدعة؛ فإن الله تعالى لا ينظر إليهم، وعلامة النفاق أن يقوم الرجل
ويقعد مع صاحب بدعة، وأدركت خيار الناس كلهم أصحاب سنة وهم ينهون عن أصحاب
البدعة
“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang bertugas mencari
majelis-majelis dzikir, maka lihatlah bersama siapakah majelismu itu,
janganlah bersama ahli bid’ah.
Semoga bermanfaat
Wassalamu`alaikum....http://sahabat-muslim99.blogspot.com