Kamis, 06 Januari 2011

CARA BERGURU DALAM MENCARI ILMU MENURUT AL-QUR`AN DAN HADITS.:

ALLAH Subhanahu Wa Ta`ala berfirman dalam Al Qur’an surat 18.70:

Dia berkata: "JIKA KAMU MENGIKUTI KU, Maka JANGANLAH kamu MENANYAKAN KEPADAKU tentang SESUATU APAPUN, sampai AKU SENDIRI MENERANGKANNYA kepadamu”.

Hadist RASULULLAH saw bersabda :

Bertanyalah kepadaku,dan JANGANLAH BERTANYA kepadaku TENTANG sesuatu MELAINKAN AKU CERITERAKAN kepadamu.

Belajarlah KESOPANAN dalam MENCARI ILMU sebagaimana DIAJARKAN N.KHIDIR,tunggulah sampai dijelaskan, guru mempunyai pandangan yang BERBEDA dg murid tentu,kalau kita tidak menginginkan, tinggalkan dg AKHLAK YANG BAIK ..

Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata:

Janganlah kalian mempelajari ilmu karena 3 hal:

1) Dalam rangka debat kusir dengan orang-orang bodoh.

2) Untuk memdebat para ulama.

3) Memalingkan wajah-wajah manusia ke arah kalian.

Carilah apa yang ada di sisi Allah dengan ucapan dan perbuatan kalian.
Karena, sesungguhnya itulah yang kekal abadi. Sedangkan yang selain itu akan hilang dan pergi.

Seorang penuntut ilmu, pertama sekali dia memperhatikan perbaikan dirinya sendiri dan senantiasa bersikap lurus, karena dia adalah teladan, baik dalam akhlaqnya maupun sikapnya.

Seorang penuntut ilmu, sangat bersemangat untuk meraih suatu kemanfaatan, bermajelis dengan para pemilik ilmu, pemilik keutamaan dan sifat wara’.

Seorang penuntut ilmu, senantiasa membekali diri dengan ilmu yang bermanfaat, menjaga waktunya (dari hal-hal yang tidak berguna), hingga engkau tidak melihatnya kecuali selalu mengambil manfaat, berpaling dari perkara yang sia-sia dan menyibukkan diri dengan perkara yang bermanfaat saja.

Seorang penuntut ilmu, apabila dia berbicara maka dia memberi manfaat dengan perkataannya, jika dia menulis maka dia memberi manfaat dengan tulisannya, hingga orang yang bermajelis dengannya tidak akan pernah kosong dari suatu manfaat.

Seorang penuntut ilmu, menghargai kemulian ilmu dan kedudukan ulama, dia mengambil ilmu dari para ulama, menhormati dan mendoakan mereka serta memohon rahmat untuk (ulama) yang sudah meninggal.

Seorang penuntut ilmu, membenci ghibah dan membenci orang yang suka berghibah, dia juga tidak ridho apabila aib seseorang dibicarakan di depannya. Engkau lihat seorang penuntut ilmu itu bersikap tawadhu’, tidak mengangkat dirinya melebihi kedudukannya yang sebenarnya, tidak berbangga dengan sesuatu yang tidak dia miliki, tidak tertipu dengan pujian dan sanjungan, tidak meninginkan ketenaran, tidak pula kedudukan di tengah-tengah manusia, karena dia tahu bahwa yang mampu mengangkat dan merendahkan seseorang hanyalah Allah Ta’ala, bukan seorang manusia.

Seorang penuntut ilmu, senantiasa berdakwah dan mensihati kaum muslimin, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar sesuai dengan kaidah-kaidah syari’ah dan tatanan masyarakat. Engkau lihat seorang penuntut ilmu itu sangat bersemangat dalam menyatukan ummat, merekatkan hati-hati mereka dan membenci perpecahan antara Ahlus Sunnah, karena dia mengetahui bahwa perpecahan itu selalu bersama kebid’ahan dan persatuan selalu menyertai sunnah. Oleh karenanya dikatakan, “Ahlus Sunnah wal Jama’ah (persatuan)” dan “Ahlus Bid’ah wal Furqoh (perpecahan)”.

Demikian pula engkau lihat seorang penuntut ilmu selalu menjaga lisannya, dia tidak mengomentari semua gosip dan isu yang tersebar di masyarakat, karena dia tahu bahwa semua perkataan dan perbuatannya akan dihisab.

Seorang penuntut ilmu, memperhatikan maslahat pada setiap perkataan dan perbuatannya, dia tidak membuka pintu (mencontohkan) keburukan bagi manusia, tidak membicarakan perkara yang batil, tidak sibuk dengan permasalahan yang tidak dipahaminya, dia tidak masuk dalam suatu pembicaraan kecuali berdasar ilmu, sehingga dia tahu penyebab masalah yang ada dan apa solusinya. Benar-benar dia telah menyiapkan jawaban di hadapan Allah Ta’ala kelak (atas semua perkataan dan perbuatannya).

Inilah sebagian sifat penuntut ilmu, semoga Allah Ta’ala menganugarahkan sifat-sifat tersebut kepada kita.

Adapun orang yang tidak berilmu, keadaannya terbalik, sebagaimana telah dimaklumi dan disaksikan.



Orang yang tidak menuntut ilmu akhlaqnya rendah, suka melanggar kehormatan, menyia-nyiakan waktu tanpa manfaat, menyerang siapa saja tanpa memperdulikan kemuliaan ilmu, umur, kehormatan dan keutamaan. Dia juga berlagak ‘alim, mencari-cari kekurangan dan kesalahan orang lain, semua itu adalah buah dari mencandu internet secara berlebihan. Hari dan tahun yang dia lalui kosong tak berarti, hingga akhirnya dia tidak bisa tenang dan tidak membiarkan orang lain tenang.

Maka, jika engkau ingin menjadi penuntut ilmu, jalannya ada di depanmu dan telah jelas bagimu tanda-tandanya. Namun jika kamu memilih jadi orang yang tidak mau menuntut ilmu, jalannya juga ada di depanmu, yang dipenuhi dengan kesalahan dan kebodohan, maka
kotorilah dirimu sesuai kehendakmu, akan tetapi janganlah engkau membohongi manusia, sehingga engkau disangka seorang penuntut ilmu!


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.” [QS an-Nisa : 140]

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي آَيَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” [QS al-An'am : 68]

Seorang menuntut ilmu berusaha mencari yang sebenarnya dan melalui proses belajar yang panjang , khusus dalam masalah ilmu agama seorang penuntut ilmu wajib mencari sumber yang shahih dan menjauhkan diri dari sesuatu yang diada adakan (Perkara Bid'ah )

Al-Baghowi dalam Ma’alimut Tanzil (2/301) dalam tafsir surat an-Nisa’ ayat 140 berkata :

وقال الضحاك عن ابن عباس رضي الله عنهما: دخل في هذه الآية كلُّ مُحْدِث في الدين وكلُّ مبتدع إلى يوم القيامة

Adh-Dhohhak[*] berkata : dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma : “masuk pada ayat ini semua orang yang mengada-adakan bid’ah dalam agama dan semua mubtadi’ sampai hari kiamat“.

———————————————————

[*] Adh-Dhohhak bin Muzahim al-Hilali -rohimahulloh- (Shighor tabi’in, dari thobaqot ke-5 –yakni dalam at-Taqrib Ibnu Hajar, dan begitu untuk seterusnya–) wafat setelah 100 H, seorang ‘ulama ahli tafsir, murid dari Sa’id bin Jubair (muridnya Ibnu ‘Abbas). Namun para ‘ulama khilaf apakah dia bertemu dengan Ibnu ‘Abbas atau tidak (lihat Tahdzibut Tahdzib 4/398). Wallahu A’lam.

——————————————————
Al-Qurthubi dalam tafsirnya (5/418) berkata:

وروى جويبر عن الضحاك قال: دخل في هذه الآية كلُّ مُحْدِث في الدين مبتدع إلى يوم القيامة.

Juwaibir[*] meriwayatkan dari adh-Dhohhak, ia berkata : “Masuk pada ayat ini semua orang yang mengada-adakan bid’ah dalam agama, mubtadi’ sampai hari kiamat“

———————————————————

[*] Juwaibir bin Sa’id al-Azdi (shighor tabi’in, dari thobaqot ke-5) adalah seorang yang dho’if dalam meriwayatkan hadits, akan tetapi para ‘ulama menerima riwayatnya dalam masalah tafsir dari adh-Dhohhak (Lihat Tahdzibut Tahdzib 2/124). -rohimahulloh-.

———————————————————

Ibnu ‘Aun[*] berkata :

كان محمد يرى أن أهل الاهواء أسرع الناس ردة، وأن هذه نزلت فيهم: (وإذا رأيت الذين يخوضون في آياتنا فأعرض عنهم حتى يخوضوا في حديث غيره)

“Muhammad (bin Sirin)[**] berpendapat bahwa ahlul ahwa adalah orang yang paling cepat murtadnya, dan bahwa ayat ini (al-An’am : 68, pent) turun pada mereka : (Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain)” [Siyar A'lamin Nubala' 4/610]

———————————————————

[*] Ibnu ‘Aun namanya adalah Abu ‘Aun Abdulloh bin ‘Aun al-Bashri, dari thobaqot ke-6 (sezaman dengan shighor tabi’in), wafat tahun 150 H. Ia seorang ‘ulama besar di zamannya, rowi yang tsiqoh tsabt fadhil, shahabat Ayyub as-Sikhtiyani (Lihat at-Taqrib 1/317). -rohimahulloh-.

[**] Muhammad bin Sirin, Abu Bakar al-Anshori, dari thobaqot ke-3 (tabi’in wustho), wafat tahun 110 H, maula Anas bin Malik, seorang kibar ‘ulama tabi’in. al-Hafidz Adz-Dzahabi berkata : “Tsiqoh hujjah, salah seorang ‘ulama besar, ilmunya luas.” (Lihat al-Kasyif 1/178) -rohimahulloh-.

———————————————————

Dari ‘Aisyah, ia berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini :

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” [QS. Ali Imron : 7, pent] ‘Aisyah berkata : lalu Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

فَإِذَا رَأَيْتِ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ فَأُولَئِكِ الَّذِينَ سَمَّى اللَّهُ فَاحْذَرُوهُمْ

“Jika engkau melihat orang-orang yang mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat; mereka itulah yang disebut Allah (dalam ayat tadi, pent), maka berhati-hatilah dari mereka!” [HR. al-Bukhori no. 4273 dan Muslim no. 2665]

Dari Abu Huroiroh, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

سيكون في آخر أمتي أناس يحدثونكم ما لم تسمعوا أنتم ولا آباؤكم فإياكم وإياهم

“Akan ada pada akhir ummatku orang-orang yang mengabarkan kepada kalian apa-apa yang belum pernah kalian dengar dan tidak pula bapak-bapak kalian, maka berhati-hatilah kalian dari mereka!” [HR. Muslim dalam muqoddimah Shohih-nya hadits no. 6]

Asy-Syaikh Robi’ bin Hadi al-Madkholi hafidzohulloh dalam syarah ushulus Sunnah (hal. 8, versi sahab.org) setelah membawakan 2 hadits di atas, beliau berkata : “Ini juga termasuk diantara nash-nash yang melarang dari bermajelis dengan ahlul bida’. Di sana ada orang-orang ahlul jahl dan orang-orang yang tertipu, sedangkan engkau memiliki ilmu, hujjah dan burhan (penjelasan), engkau mendakwahkan mereka kepada kebenaran dan memberi penjelasan kepada mereka, (maka ini) tidak mengapa. Adapun engkau berrmajelis untuk bersahabat, berteman, mencintai, bergaul dan yang serupa dengan itu, maka ini merupakan kesalahan yang akan menghantarkan kepada kesesatan. Dan wajib bagi orang yang berakal untuk menjauhinya, dan sebagian shahabat telah mentahdzir dari yang demikian seperti Ibnu Abbas dan sebagian imam tabi’in seperti Ayyub as-Sikhtiyani dan Ibnu Sirin rohimahumulloh. Dulu salah seorang dari mereka tidak mau mendengar kepada ahli bid’ah, sampai-sampai jika ahli bid’ah itu menawarkan untuk membacakan padanya sebuah hadits atau ayat, maka ia (imam itu) berkata : “tidak!”, lalu ditanyakan kepadanya : “mengapa?” ia berkata : “Sesungguhnya hatiku bukan di tanganku, aku khawatir ia akan melempar fitnah dalam hatiku, lalu aku tidak mampu untuk menolaknya.” Keselamatan janganlah diganti dengan sesuatu apapun, maka janganlah seseorang memperlihatkan dirinya kepada fitnah, khususnya jika ia mengetahui bahwa dirinya lemah.” -selesai nukilan-

Dari Abu Musa al-Asy’ari, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda :

إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً

“Permisalan teman duduk yang sholeh dan teman duduk yang buruk adalah seperti pembawa misk (sejenis minyak wangi, pent) dan peniup bara api. Orang yang membawa misk, mungkin ia akan memberimu (misk) atau engkau membeli darinya atau engkau akan mendapatkan darinya bau wangi. Adapun peniup bara api, mungkin ia akan membakar bajumu atau engkau akan mendapatkan bau yang tidak sedap.”
[HR. al-Bukhori no., Muslim no., dll. Dengan lafadz Muslim]

Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ سَمِعَ بِالدَّجَّالِ فَلْيَنْأَ عَنْهُ فَوَاللَّهِ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيهِ وَهُوَ يَحْسِبُ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ فَيَتَّبِعُهُ مِمَّا يَبْعَثُ بِهِ مِنْ الشُّبُهَاتِ أَوْ لِمَا يَبْعَثُ بِهِ مِنْ الشُّبُهَاتِ

“Barangsiapa mendengar Dajjal, hendaklah ia mejauh darinya. Karena demi Allah, seseorang akan mendatanginya dengan mengira bahwa ia (Dajjal) itu seorang mu’min, lalu iapun mengikutinya dalam syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh Dajjal atau karena syubhat-syubhat yang dilontarkan oleh Dajjal.”
[HR. Abu Dawud (4319), Ahmad (19982), al-Hakim (8616), ath-Thobroni dalam al-Mu'jam al-Kabir (550), dll. Dishohihkan al-Albani dalam Shohihul Jami' (6301)]

Ibnu Baththoh setelah membawakan hadits ini berkata :

هذا قول الرسول صلى الله عليه وسلم ، وهو الصادق المصدوق ، فالله الله معشر المسلمين ، لا يحملن أحدا منكم حسن ظنه بنفسه ، وما عهده من معرفته بصحة مذهبه على المخاطرة بدينه في مجالسة بعض أهل هذه الأهواء ، فيقول : أداخله لأناظره ، أو لأستخرج منه مذهبه ، فإنهم أشد فتنة من الدجال ، وكلامهم ألصق من الجرب ، وأحرق للقلوب من اللهب

“Inilah sabda Rasululloh shallallahu alaihi wa sallam, dan dia adalah ash-shodiqul mashduq (yang benar dan dibenarkan). Maka Alloh! Alloh wahai sekalian kaum muslimin!! Janganlah salah seorang dari kalian membawa baik sangkanya terhadap dirinya sendiri (percaya diri, pent) dan apa-apa yang telah ia ketahui dari kebenaran madzhabnya, kepada yang membahayakan agamanya dari bermajelis dengan sebagian ahlil ahwa ini, lalu ia mengatakan : ‘aku akan masuk kepadanya untuk kudebat dia, atau aku akan mengeluarkannya dari madzhabnya’, sesungguhnya fitnah mereka lebih parah dari Dajjal, dan perkataan mereka lebih melekat daripada kudis, dan lebih membakar hati daripada api yang menyala.” [Lihat al-Ibanah al-Kubro 3/470, kemudian beliau membawakan riwayat contoh orang-orang yang termakan syubuhat ahlul ahwa' wal bida', wal 'iyadzu billah]

Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ

“Ruh-ruh adalah seperti tentara yang berbaris-baris, maka yang saling mengenal akan bersatu dan yang saling mengingkari akan berselisih.”[HR. al-Bukhori (3158), Muslim (2638), Abu Dawud (4834), Ahmad (7922), Ibnu Hibban (6168), al-Hakim (8296), dll]

Dalam hadits Abu Huroiroh rodhiyallohu anhu, ia berkata : Rosululloh shallallahu alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً يَطُوفُونَ فِي الطُّرُقِ يَلْتَمِسُونَ أَهْلَ الذِّكْرِ فَإِذَا وَجَدُوا قَوْمًا يَذْكُرُونَ اللَّهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إِلَى حَاجَتِكُمْ قَالَ فَيَحُفُّونَهُمْ بِأَجْنِحَتِهِمْ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا قَالَ فَيَسْأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ مِنْهُمْ مَا يَقُولُ عِبَادِي قَالُوا يَقُولُونَ يُسَبِّحُونَكَ وَيُكَبِّرُونَكَ وَيَحْمَدُونَكَ وَيُمَجِّدُونَكَ قَالَ فَيَقُولُ هَلْ رَأَوْنِي قَالَ فَيَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ مَا رَأَوْكَ قَالَ فَيَقُولُ وَكَيْفَ لَوْ رَأَوْنِي قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْكَ كَانُوا أَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً وَأَشَدَّ لَكَ تَمْجِيدًا وَتَحْمِيدًا وَأَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيحًا قَالَ يَقُولُ فَمَا يَسْأَلُونِي قَالَ يَسْأَلُونَكَ الْجَنَّةَ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ أَنَّهُمْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَأَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَأَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً قَالَ فَمِمَّ يَتَعَوَّذُونَ قَالَ يَقُولُونَ مِنْ النَّارِ قَالَ يَقُولُ وَهَلْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَا وَاللَّهِ يَا رَبِّ مَا رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُ فَكَيْفَ لَوْ رَأَوْهَا قَالَ يَقُولُونَ لَوْ رَأَوْهَا كَانُوا أَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا وَأَشَدَّ لَهَا مَخَافَةً قَالَ فَيَقُولُ فَأُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ قَالَ يَقُولُ مَلَكٌ مِنْ الْمَلَائِكَةِ فِيهِمْ فُلَانٌ لَيْسَ مِنْهُمْ إِنَّمَا جَاءَ لِحَاجَةٍ قَالَ هُمْ الْجُلَسَاءُ لَا يَشْقَى بِهِمْ جَلِيسُهُمْ

“Sesungguhnya Allah memiliki para Malaikat yang biasa berkeliling di jalan mencari orang-orang yang berdzikir. Jika mereka mendapatkan suatu kaum yang berdzikir kepada Allah, mereka pun saling memanggil : “Kemarilah pada apa yang kalian cari (hajat kalian).” Maka para Malaikat pun menaungi mereka dengan sayap mereka sampai ke langit dunia. Lalu Allah ‘azza wa jalla bertanya kepada para Malaikat itu sedangkan Allah lebih mengetahui daripada mereka : “Apa yang diucapkan para hamba-Ku?” Para Malaikat menjawab : “Mereka bertasbih, bertakbir, bertahmid, dan memuji kepada-Mu.” Allah bertanya : “Apakah mereka melihat Aku?” Para Malaikat tersebut menjawab : “Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat Engkau.” Allah bertanya lagi : “Bagaimana sekiranya jika mereka melihat Aku?” Para Malaikat menjawab : “Sekiranya mereka melihat Engkau, niscaya mereka tambah bersemangat beribadah kepada-Mu dan lebih banyak memuji serta bertasbih kepada-Mu.” Allah bertanya : “Apa yang mereka minta?” Para Malaikat menjawab : “Mereka minta Surga kepada-Mu.” Allah bertanya : “Apakah mereka pernah melihat Surga?” Para Malaikat menjawab : “tidak demi Allah wahai Robb, mereka tidak melihatnya.” Allah bertanya : “Bagaimana jika mereka melihatnya?” Para Malaikat menjawab : “Sekiranya mereka pernah melihatnya, niscaya mereka lebih sangat ingin untuk mendapatkannya dan lebih bersungguh-sungguh memintanya serta sangat mengharapkannya.” Allah bertanya : “Dari apa mereka minta perlindungan?” Para Malaikat menjawab : “Dari neraka.” Allah bertanya : “Apakah mereka pernah melihatnya?” Para Malaikat menjawab : “Tidak, demi Allah, mereka belum pernah melihatnya.” Allah bertanya : “Bagaimana kalau mereka melihatnya?” Para Malaikat menjawab : “Seandainya mereka melihatnya, niscaya mereka tambah menjauh dan takut darinya.” Allah berfirman : “Aku persaksikan kepada kalian bahwa Aku telah mengampuni mereka.” Seorang di antara Malaikat berkata : “Di antara mereka ada si Fulan yang tidak termasuk dari mereka (orang-orang yang berdzikir), dia hanya datang karena ada keperluan.” Allah berfirman : “Tidak akan celaka orang yang duduk bermajelis dengan mereka (majelis dzikir).” [HR. al-Bukhori no. 6045]

Al-Fudhail bin Iyadh[*] berkata :

إن لله ملائكة يطلبون حلق الذكر، فانظر مع من يكون مجلسك، لا يكون مع صاحب بدعة؛ فإن الله تعالى لا ينظر إليهم، وعلامة النفاق أن يقوم الرجل ويقعد مع صاحب بدعة، وأدركت خيار الناس كلهم أصحاب سنة وهم ينهون عن أصحاب البدعة

“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang bertugas mencari majelis-majelis dzikir, maka lihatlah bersama siapakah majelismu itu, janganlah bersama ahli bid’ah; karena Allah ta’ala tidak melihat kepada mereka. Dan salah satu tanda nifaq adalah seseorang bangun dan duduk bersama ahli bid’ah. Aku mendapati sebaik-baik manusia (yakni tabi’in, pent), mereka semuanya adalah ahlus Sunnah dan mereka melarang (yakni memperingatkan) dari ahli bid’ah.” [Hilyatul Aulia (8/104)]

———————————————————

[*] Abu ‘Ali al-Fudhail bin Iyadh bin Mas’ud at-Tamimi, dari thobaqot ke-8 (Tabi’ut tabi’in wustho), wafat tahun 187 H, Ibnu Hajar berkata : “Tsiqoh, ‘Aabid, imam.” (Lihat at-Taqrib 1/448), Syaikh-nya Ibnul Mubarok. -rohimahulloh-.

———————————————————

Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya an-Najmi -hafidzohulloh- berkata dalam Irsyadus Saari ila Taudhih Syarhis Sunnah setelah membawakan hadits ini : “Sebagaimana orang yang bermajelis dengan ahlus Sunnah tidak akan celaka dengan bermajelisnya bersama mereka, bahkan ia mendapat kebaikan dari majelis tersebut; demikian pula orang yang duduk dengan ahli bid’ah, ia akan mendapat bagian kemurkaan yang turun atas mereka. Kita memohon kepada Alloh agar menjaga kita dari bid’ah-bid’ah dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang mengikuti sunnah-sunnah serta menjauhi bid’ah-bid’ah.”

Kami katakan : “Aamiin….”

Seorang penuntut ilmu juga menghindari dari hawa nafsu , baik itu nafsu merasa benar sendiri maupun hawa nafsu berpihak pada sesuatu dengan tanpa melihat dari sudut pandang kebenaran . Kebenaran yg saya maksud adalah kebenaran yang sesuai dengan Al Quran dan hadits yang shahih , mengikuti jejak para salafus shalih.

Atsar Para Salafuna ash-Sholih

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu anhuma, ia berkata :

لا تجالس أهل الأهواء ، فإن مجالستهم ممرضة للقلوب

“Janganlah engkau duduk-duduk (bermajelis) dengan ahlul ahwa! karena duduk-duduk bersama mereka membuat hati menjadi sakit.”

[Diriwayatkan oleh al-Ajurri dalam asy-Syari'ah pada bab Dzammul Jidal wal Khushumat fid Din dan Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro pada bab at-Tahdzir min Shuhbati Qoumin Yumridhul Qulub wa yufsidul Iman, dengan sanad yang shohih]

Dari Abdullah ar-Rumi, ia berkata : datang seseorang kepada Anas bin Malik rodhiyallohu anhu, dan aku berada di sisinya, kemudian orang itu berkata : “wahai Abu Hamzah, aku bertemu dengan suatu kaum yang mendustakan adanya syafa’at dan adzab kubur.” Anas berkata :

أولئك الكذابون ، فلا تجالسهم

“Mereka adalah pendusta, jangan kamu duduk bersama mereka!”

[Diriwayatkan Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro pada bab at-Tahdzir min Shuhbati Qoumin Yumridul Qulub wa yufsidul Iman, dalam kitab Ushulus Sunnah dengan tahqiq al-Walid bin Muhammad Nabih hal. 31 dikatakan bahwa sanadnya la ba'sa bihi, wallahu a'lam]

Ibnu Umar rodhiyallohu anhuma berkata ketika ditanya tentang kelompok Qodariyyah:

فإذا لقيت أولئك فأخبرهم أني بريء منهم وأنهم برآء مني

“Jika engkau bertemu mereka, kabarkan kepada mereka bahwa aku telah berlepas diri dari mereka dan bahwa mereka telah berlepas diri dariku.” [Diriwayatkan Muslim dalam shohih-nya, hadits no. 7]

Dari al-Hasan (al-Bashri)[*] dan Muhammad (bin Sirin)[**], mereka berdua berkata :

لا تجالسوا أصحاب الأهواء ولا تجادلوهم ولا تسمعوا منهم

“Janganlah kalian bermajelis dengan ahlul ahwa! janganlah kalian berdebat dengan mereka! dan janganlah kalian mendengar dari mereka!”

[Diriwayatkan Ibnu Sa'ad dalam ath-Thobaqot al-Kubro (7/172), sanadnya shohih]

Dari Marhum bin Abdil Aziz al-’Aththor, aku mendengar ayahku dan pamanku berkata : kami mendengar al-Hasan (al-Bashri, pent) melarang bermajelis dengan Ma’bad al-Juhani (seorang tokoh Qodariyyah, pent), ia (al-Hasan) berkata :

لا تجالسوه فإنه ضال مضل

“Jangan kalian bermajelis dengannya! Karena ia sesat dan menyesatkan.”

[Diriwayatkan Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam As-Sunnah (2/391), al-Lalika'i dalam Syarah Ushul I'tiqod Ahlis Sunnah (4/637), Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah 'an Syari'atil Firqotin Najiyah (2/319), al-Ajurri dalam asy-Syari'ah (1/245), al-Firyabi dalam Kitabul Qodar (1/204)]

Dari Asma bin ‘Ubaid, ia berkata:

دَخَلَ رَجُلاَنِ مِنْ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ عَلَى ابْنِ سِيرِينَ فَقَالاَ : يَا أَبَا بَكْرٍ نُحَدِّثُكَ بِحَدِيثٍ؟ قَالَ : لاَ. قَالاَ : فَنَقْرَأُ عَلَيْكَ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ؟ قَالَ : لاَ ، لَتَقُومَانِ عَنِّى أَوْ لأَقُومَنَّ. قَالَ : فَخَرَجَا فَقَالَ بَعْضُ الْقَوْمِ : يَا أَبَا بَكْرٍ وَمَا كَانَ عَلَيْكَ أَنْ يَقْرَآ عَلَيْكَ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى؟ قَالَ : إِنِّى خَشِيتُ أَنْ يَقْرَآ عَلَىَّ آيَةً فَيُحَرِّفَانِهَا فَيَقِرُّ ذَلِكَ فِى قَلْبِى

Dua orang ahlul ahwa datang kepada Ibnu Sirin, mereka berdua berkata: “wahai Abu Bakr, kami akan membacakan kepadamu satu hadits!” Ibnu Sirin berkata: “Tidak!”, mereka berdua berkata: “kalau begitu kami akan membacakan kepadamu satu ayat dari Kitabullah?” Ibnu Sirin berkata: “Tidak! pergilah kalian dariku, atau aku yang pergi!” (Asma bin ‘Ubaid) berkata: maka mereka berdua keluar, lalu beberapa orang bertanya: “wahai Abu Bakr, kenapa engkau (tidak mau) ketika mereka akan membacakan kepadamu satu ayat dari Kitab Allah ta’ala?” Ibnu Sirin menjawab: “aku khawatir mereka berdua akan membacakan kepadaku sebuah ayat, lalu mereka menyimpangkannya, kemudian hal itu (penyimpangan tersebut) akan menetap di hatiku.”

[Diriwayatkan ad-Darimi dalam Sunan-nya (397), lihat Siyar A'lamin Nubala (11/285)]

———————————————————

[*] al-Hasan bin Abil Hasan al-Bashri, dari thobaqot ke-3 (Tabi’in wustho), wafat tahun 110 H. Seorang Imam tabi’in yang faqiih dan masyhur. -rohimahulloh-.

[**] Muhammad bin Sirin, Abu Bakar al-Anshori, dari thobaqot ke-3 (tabi’in wustho), wafat tahun 110 H, maula Anas bin Malik, seorang kibar ‘ulama tabi’in. al-Hafidz Adz-Dzahabi berkata : “Tsiqoh hujjah, salah seorang ‘ulama besar, ilmunya luas.” (Lihat al-Kasyif 1/178) -rohimahulloh-.

———————————————————

Dari Ayyub, ia berkata : Abu Qilabah[*] berkata :

لا تجالسوا أهل الأهواء ولا تجادلوهم فإني لا آمن أن يغمسوكم في ضلالتهم أو يلبسوا عليكم ما كنتم تعرفون

“Janganlah kalian bermajelis dengan ahlul ahwa dan jangan berdebat dengan mereka! karena aku tidak merasa aman jika mereka akan menenggelamkan kalian ke dalam kesesatannya atau men-talbis (membuat kesamaran) terhadap apa yang kalian anggap baik.”

[Diriwayatkan Ibnu Sa'ad dalam ath-Thobaqot al-Kubro (7/184), lihat as-Siyar (4/472) oleh adz-Dzahabi. Sanad ini shohih]

———————————————————

[*] Abu Qilabah Abdulloh bin Zaid al-Jarmi, dari thobaqot ke-3 (Tabi’in wustho), wafat tahun 104 H dan dikatakan 107 H, al-Hafidz Adz-Dzahabi berkata “salah seorang imam tabi’in.” (Lihat al-Kasyif 1/554), Ibnu Hajar berkata : “Tsiqoh fadhil, banyak meriwayatkan hadits secara mursal.” (Lihat at-Taqrib 1/304). -rohimahulloh-.

———————————————————

Al-Imam Sufyan ats-Tsauri[*] berkata :

من أصغى بسمعه إلى صاحب بدعة، وهو يعلم، خرج من عصمة الله، ووكل إلى نفسه

“Barangsiapa mendengarkan ahli bid’ah dengan pendengarannya, padahal dia mengetahui, maka ia keluar dari penjagaan Allah dan (urusannya) diserahkan kepada dirinya sendiri.”

Beliau juga berkata :

من سمع ببدعة فلا يحكها لجلسائه، لا يلقها في قلوبهم

“Barangsiapa mendengar suatu bid’ah, maka janganlah ia menceritakannya kepada teman-teman duduknya, janganlah ia melemparkannya ke dalam hati-hati mereka.”

Setelah membawakan perkataan Sufyan ats-Tsauri di atas, Al-Hafidz adz-Dzahabi[**] berkata:

أكثر أئمة السلف على هذا التحذير، يرون أن القلوب ضعيفة، والشبه خطافة

“Kebanyakan para imam Salaf berpendapat dengan tahdzir ini, mereka melihat bahwa hati itu lemah dan syubhat-syubhat itu menyambar-nyambar.” [Siyar A'lamin Nubala 7/261]

———————————————————

[*] Abu Abdillah Sufyan bin Sa’id ats-Tsauri (W. 161 H), dari thobaqot ke-5 (shighor tabi’in). Seorang imam, ‘Aabid, hafidz, faqiih, hujjah. -rohimahulloh-

[**] Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad adz-Dzahabi (W. 748 H). al-Imam al-Hafidz, ahli Jarh wa Ta’dil & tarikh, Muhaddits. Penulis Siyar A’lamin Nubalaa’, al-Muwqidzoh, Mizanul I’tidal, dll. -rohimahulloh-

———————————————————

Dari Yahya bin Abi Katsir[*], ia berkata :

إذا لقيت صاحب بدعة في طريق فخذ في طريق آخر

“Jika engkau bertemu dengan ahli bid’ah di suatu jalan, maka ambillah jalan yang lain.”

[Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam al-Hilyah (3/69), Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro pada bab at-Tahdzir min Shuhbati Qoumin Yumarridhunal Qulub wa yufsidul Iman, Ibnu Wadhdhoh dalam al-Bida' pada bab an-Nahyu 'anil Julus ma'a Ahlil Bida']

———————————————————

[*] Abu Nashr Yahya bin Abi Katsir (W. 132 H), dari thobaqot ke-5 (shighor tabi’in). Salah seorang imam di zamannya. -rohimahulloh-.

———————————————————

Al-A’masy[*] berkata :

كانوا لا يسألون عن الرجل بعد ثلاث: ممشاه ومدخله وألفه من الناس

“Mereka (para salaf) tidak bertanya tentang seseorang setelah jelas tiga : teman jalannya, teman masuknya dan teman pergaulannya.”

[Diriwayatkan oleh Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah (2/476)]

———————————————————

[*] Abu Muhammad Sulaiman bin Mihron al-A’masy, dari thobaqot ke-5 (shighor tabi’in), wafat tahun 147/148 H H. Seorang tsiqoh hafidz, ahli qiro’ah. -rohimahulloh-.

———————————————————

Ibnu ‘Aun [*] berkata :

الذي يجالس أهل البدع أشد علينا من أهل البدع

“Orang yang bermajelis dengan ahlul bida’ itu lebih buruk bagi kami daripada ahlul bida’.”

[Diriwayatkan oleh Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro (2/372)]

———————————————————

[*] Ibnu ‘Aun namanya adalah Abu ‘Aun Abdulloh bin ‘Aun al-Bashri, dari thobaqot ke-6 (sezaman dengan shighor tabi’in), wafat tahun 150 H. Ia seorang ‘ulama besar di zamannya, rowi yang tsiqoh tsabt fadhil, shahabat Ayyub as-Sikhtiyani (Lihat at-Taqrib 1/317). -rohimahulloh-.

———————————————————

Dari Mubasyir bin Isma’il al-Halabi, ia berkata :

قيل للأوزاعي : إن رجلا يقول : أنا أجالس أهل السنة ، وأجالس أهل البدع ، فقال الأوزاعي : هذا رجل يريد أن يساوي بين الحق والباطل

Dikatakan kepada al-’Auzai[*] : seseungguhnya ada seseorang yang mengatakan : “aku akan bermajelis dengan ahlus Sunnah dan aku akan bermajelis dengan ahli bid’ah.” Maka al-’Auza’i mengatakan : “orang ini mau menyamakan antara yang haq dan yang batil.”

[Diriwayatkan Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro (2/456)]

Al-Imam al-’Auza’i juga berkata :

من ستر علينا بدعته لم تَخْفَ علينا أُلفته

“Barang siapa yang menutupi bid’ah-nya dari kami, tidaklah samar bagi kami pergaulannya.”

[Diriwayatkan oleh Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro (2/479)]

Dari ‘Uqbah bin Alqomah, ia berkata :

كنت عند أرطاة بن المنذر فقال بعض أهل المجلس: ما تقولون في الرجل يجالس أهل السنّة ويخالطهم، فإذا ذكر أهل البدع قال: دعونا من ذكرهم لا تذكروهم، قال أرطأة: هو منهم لا يلبّس عليكم أمره، قال: فأنكرت ذلك من قول أرطاة قال: فقدمت على الأوزاعي، وكان كشّافاً لهذه الأشياء إذا بلغته، فقال: صدق أرطأة والقول ما قال؛ هذا يَنهى عن ذكرهم، ومتى يحذروا إذا لم يُشد بذكرهم

Aku berada di sisi Arthoh bin al-Mundzir[**], lalu sebagian orang di majelis itu berkata : Bagaimana pendapatmu tentang orang yang bermajelis dengan ahlus Sunnah dan bercampur bersama mereka, tapi jika ahlul bida’ dibicarakan ia berkata : “Tinggalkanlah kami dari membicarakan mereka, janganlah kalian membicarakan mereka!”, Arthoh berkata : “Dia termasuk mereka, tidaklah samar bagi kalian perkaranya”, ‘Uqbah berkata : aku mengingkari pendapat Arthoh tersebut, lalu ia (‘Uqbah) berkata : lalu aku datang kepada al-’Auza’i, dan dia mampu menyingkap tentang masalah-masalah seperti ini jika telah sampai kepadanya, lalu ia berkata : “Arthoh benar, pendapatku seperti pendapatnya. Orang ini melarang membicarakan mereka (ahlul bida’), kapan orang-orang bisa diperingatkan jika tidak dikeraskan dalam membicarakan mereka.” [Tarikh Dimasyq (8/15)]

———————————————————

[*] Abu Amr Abdurrahman bin Amr al-Auza’i, dari thobaqot ke-7 (Kibar tabi’ut tabi’in), wafat tahun 157 H. Seorang tsiqoh jaliil, syaikhul Islam, al-hafidz, faqiih, seorang yang zuhud. -rohimahulloh-.

[**] Abu ‘Adi Arthoh bin al-Mundzir, dari thobaqot ke-6, wafat tahun 163 H. Al-Hafidz adz-Dzahabi berkata (al-Kasyif 1/230) : “Tsiqoh imam”. -rohimahulloh-.

———————————————————

Ma’mar[*] berkata : Suatu ketika Ibnu Thowus sedang duduk, kemudian datang seorang Mu’tazili lalu berbicara, Ibnu Thowus[**] lalu memasukkan dua jari ke telinganya dan berkata kepada anaknya:

أي بني أدخل أصبعيك في أذنيك واشدد، ولا تسمع من كلامه شيئاً

“Wahai anakku, masukkan dua jarimu ke dua telingamu dan kencangkanlah! Jangan engkau dengarkan apa yang ia katakan sedikitpun!”

[Diriwayatkan oleh Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro (2/446), Abu Nu'aim dalam Hilyatul Auliya' (1/218), lihat Siyar A'lamin Nubala (11/285)]

———————————————————

[*] Abu Urwah Ma’mar bin Rosyid al-Azdi (W. 153 H), dari thobaqot ke-7 (kibar tabi’ut tabi’in). Seorang yang tsiqoh tsabt faadhil, ‘ulamanya Yaman ketika itu. -rohimahulloh-.

[**] Abu Muhammad Abdulloh bin Thowus al-Yamani (W. H), dari thobaqot ke-6 (sezaman dengan tabi’in). Seorang yang tsiqoh fadhil, ahli ibadah. -rohimahulloh-.

———————————————————

Dari Mufadhdhol bin Muhalhal as-Sa’di[*], ia berkata:

لو كان صاحب البدعة إذا جلست إليه يحدثك ببدعته حذرته وفررت منه ولكنه يحدثك بأحاديث السنة في بدو مجلسه ثم يدخل عليك بدعته فلعلها تلزم قلبك فمتى تخرج من قلبك ؟

“Seandainya ahli bid’ah itu, jika engkau duduk bersamanya, lalu ia berbicara dengan bid’ahnya maka engkau akan mentahdzirnya dan lari darinya. Akan tetapi ia berbicara kepadamu dengan hadits-hadits sunnah pada majelisnya yang tampak, lalu bid’ahnya masuk kepadamu, kemudian bid’ah itu mengenai hatimu, maka kapan bid’ah itu akan keluar dari hatimu?”

[Diriwayatkan Ibnu Baththoh dalam al-Ibanah al-Kubro]

———————————————————

[*] Abu Abdirrohman Mufadhdhol bin Muhalhal as-Sa’di al-Kufi (W. 167H, dari thobaqot ke- 7, Kibar Tabi’ut Tabi’in). Ia seorang ‘ulama besar di zamannya. Ibnu Hajar berkata tentangnya (at-Taqrib 1/544) : “Tsiqoh Tsabt, Nabiil ‘Aabid”.

———————————————————

Al-Imam Al-Fudhail bin Iyadh[*] berkata :

إن لله ملائكة يطلبون حلق الذكر، فانظر مع من يكون مجلسك، لا يكون مع صاحب بدعة؛ فإن الله تعالى لا ينظر إليهم، وعلامة النفاق أن يقوم الرجل ويقعد مع صاحب بدعة، وأدركت خيار الناس كلهم أصحاب سنة وهم ينهون عن أصحاب البدعة

“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat yang bertugas mencari majelis-majelis dzikir, maka lihatlah bersama siapakah majelismu itu, janganlah bersama ahli bid’ah.

Semoga bermanfaat

Wassalamu`alaikum....

http://sahabat-muslim99.blogspot.com

Cari Blog Ini

KIRIMKAN SMS ANDA LEWAT BLOG KAMI GRATIS.:

يس

free counters